Sinar Tani, Kota Tegal — Pertanian organik yang saat ini sedang trend di Masyarakat berdampak positif. Salah satunya permintaan Kompos BLT racikan Perhiptani Kota Tegal yang semakin meningkat. Bahkan kompos yang saat ini menjadi Idola di kalangan pedagang tanaman hias ini sering langka di pasaran.
Para pedagang dan penggemar tanaman hias di Kota Tegal sering kehabisan stok kompos “BLT”. Sehingga harus menunggu droping berikutnya. Kompos tersebut cepat habis dilapak pedagang tanaman, karena cocok untuk segala tanaman hias, termasuk bonsai.
Keterlambatan tersebut bukan dikarenakan lambatnya proses administrasi BLT di kelurahan atau kecamatan. Karena “BLT” yang ini bukan “Bantuan Langsung Tunai”, melainkan singkatan dari “Bahari Laka Tunggale”. Sebuah merek pupuk kompos unggul produksi Perhiptani Kota Tegal, Jawa Tengah. Kata Bahari diambil dari semboyan Kota Tegal, sedang Laka Tunggale berarti “Tak Ada Duanya”.
Ketua DPD Perhiptani, yang juga Koordinator Fungsional Penyuluh Pertanian Kota Tegal,Iswari Gunartiningsih, SP, mengatakan bahwa pupuk kompos BLT merupakan kreativitas para anggota Perhiptani Kota Tegal, sebagai karya nyata dalam mendukung berkembangnya pertanian organik.
”Seperti kita ketahui bersama bahwa ternyata sistem pertanian intensif yang berhasil mendongkrak produksi dan produktivitas, meninggalkan dampak samping menurunnya kwalitas kesuburan tanah” kata Iswari.
Menanggapi menurunnya kualitas kesuburan tanah pertanian tersebut, Iswari dan teman-temannya bersikap positif,
“ Kita tidak cukup hanya meratapi dan menyesalinya, karena setiap jaman mempunyai tantangan yang berbeda. Yang penting kita harus segera dan mulai melangkah untuk mengembalikan kualitas kesuburan tanah, dengan menambahkan bahan organik (BO) dan pembenah tanah” tambahnya.
Dikalangan masyarakat petani, kesadaran penggunaan pupuk organik sudah mulai berkembang. Mereka memberikan kotoran hewan (kohe), limbah dedaunan atau bahan lain seperti abu, sekam atau limbah gergajian kayu ke lahan mereka. Namun sering terjadi, bukan kesuburan tanaman yang mereka dapat, justeru tanaman mereka menjadi layu dan mati.
Pemupukan dengan bahan organik dapat berpotensi merusak tanaman jika tidak digunakan dengan hati-hati. Bahan organik yang belum matang, seperti kompos yang masih dalam proses dekomposisi atau kotoran hewan segar, mengandung bahan-bahan yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman jika digunakan dalam jumlah besar atau langsung tanpa pengolahan lebih lanjut.
Beberapa masalah yang dapat timbul ketika menggunakan bahan organik yang belum matang adalah pembakaran tanaman.
Karena bahan organik yang belum matang dapat memiliki tingkat keasaman yang tinggi (pH rendah) atau mengandung senyawa-senyawa seperti amonia yang dapat merusak akar tanaman dan menyebabkan pembakaran pada daun dan akar.
Berikutnya adalah kehilangan nutrisi. Bahan organik yang belum matang tentu belum terurai sepenuhnya, sehingga nutrisi dalam bahan tersebut tidak tersedia dalam bentuk yang dapat diambil oleh tanaman. Ini dapat menyebabkan kelaparan nutrisi pada tanaman.
Sedangkan yang sangat berbahaya adalah bahan organik yang belum matang justru dapat mengandung patogen atau mikroorganisme penyakit yang dapat menular ke tanaman dan menyebabkan penyakit dan kematian.
Penyuluh Pertanian senior yang mengemban tugas mengelola produksi kompos BLT, Christanto Panca Prasetyo, S.ST, mengatakan bahwa proses pembuatan kompos BLT benar-benar mengikuti SOP (Standard Operating Prosedure) baku, sehingga kompos yang dihasilkan benar-benar siap pakai dan dapat dipertanggungjawabkan kualitasnya.
Mas Kris, demikian panggilannya, mengatakan bahwa untuk mendapatkan bahan baku yang berupa kohe kambing, perhiptani bekerjasama dengan peternak kambing binaan, sedang untuk dedaunan mereka bekerjasama dengan Tim kebersihan dari Dinas Tata Kota.
“ Pada musim kering semacam sekarang, kami dapat mengumpulkan kohe 1 ton dan dedaunan 2 kuintal per hari.” ujarnya.
Untuk mengolah kompos, mereka telah memiliki mesin pencacah/penggiling sendiri. Sebenarnya kapasitas mesin tersebut cukup besar.Namun saat ini hanya digunakan sebagian saja.
Sebagaimana ditempat-tempat lain, proses pembuatan kompos BLT sederhana saja. Bahan baku terdiri dari Daun Gamal (Glyrisida Maculata/Glirysida Sepium), Daun Ketapang (Terminalia Catappa), Daun angsana (Pterocarpus indicus). Kohe kambing, Molase, Bioaktivator dan Dolomit.
Pertama kohe kambing dan dedaunan dicacah/digiling. Namun bahan tersebut disaring dahulu untuk memisahkan bahan asing yang sering kedapatan.
Misalnya batu, pecahan kaca, besi atau paku dan lain-lain. Kemudian kohe dan daun yang telah lembut dicampur, dan ditambah kapur dolomit.
Kemudian bahan kompos tersebut difermentasi menggunakan decomposer / bioaktivator plus molasse yang banyak dijual dipasaran. Setelah 2 minggu (minimal) kompos BLT sudah jadi dan siap dipasarkan.
Kualitas kompos BLT tidak perlu diragukan. Karena produk ini telah mengantongi sertfikat mutu dari Laboratorium BPTP Jawa Tengah. Dari hasil lab diketahui setiap satuan kompos mengandung kadar air 48, 38%, C-organik 25,02%, N-total 1,69%, C/N ratio 14,8, P2O5 1,23%, K2O 1,51% dan tingkat keasaman pada pH 7,61 (netral)
Untuk mudahnya Christanto membuat 1 ton kompos setiap produksi. Apabila stok sudah menipis baru produksi lagi. Karena mereka masih membawa misi penyuluhan, kompos jadi dalam kemasan 20 kg hanya dijual seharga Rp 25.000,-/
Mengingat faktor-faktor produksi yang dikuasai, saat ini kompos BLT baru beredar dikalangan petani dan penggemar tanaman hias.
Usaha produksi kompos “Bahari Laka Tunggale” ini diwadahi dalam Koperasi Perhiptani Kota Tegal. Mengingat potensi pertanian bawang merah dan padi yang sangat besar di sekitar lokasi, yaitu di kabupaten Tegal dan Brebes, maka pasar bagi kompos BLT masih terbuka lebar.
Semoga koperasi dapat berkembang, sehingga mampu menangkap permintaan pasar yang besar.akan kompos berkualitas.
Reporter : Djoko W
Baca juga
Tokoh Papua Selatan Sebut Lumbung Pangan sebagai Kunci Ekonomi Baru untuk Kesejahteraan
KTNA NTB Siap Sukseskan PEDA 2025 dan PENAS 2026
Perhiptani Jambi Dukung Penyuluh Dibawah 1 Komando