Sinar Tani, Ungaran — Keampuhannya dalam melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit, juga mampu menekan penggunaan pupuk mencapai 50-90 persen, membuat biosaka dianjurkan untuk digunakan. Untuk mendapatkan komposisi yang pas, penyuluh dan petugas POPT Jawa Tengah terus melakukan ujicoba penerapan biosaka.
Elisitor Biosaka pertama ditemukan dan dicoba sejak tahun 2006 oleh Petani dari Blitar, Bernama Muhamad Anshar, Biosaka adalah bahan dari larutan tumbuhan atau rerumputan yang terbukti mampu melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit. Biosaka juga mampu menekan penggunaan pupuk mencapai 50-90 persen.
Biosaka terdiri dari suku kata Bio dan Saka, Bio singkatan dari Biologi, dan Saka singkatan dari Soko Alam Kembali Ke Alam atau dari Alam Kembali ke Alam adalah inovasi yang telah dikembangkan oleh petani dari bahan baru-terbarukan yang tersedia melimpah di alam.
Elisitor Biosaka tidak menggunakan mikroba maupun proses fermentasi dalam pembuatannya,” dan bukan teknologi yang rumit, tapi hanya sesuatu yang sederhana sekali
Biosaka sekarang sudah merebak dibuat dan digunakan petani dimana-mana, jauh meluas dari Blitar tempat biosaka pertama ditemukan dan dicoba. Tak kurang Dirjen Tanaman Pangan Kementrian Pertanian, Suwandi, rajin ke pelosok daerah mengunjungi petani dan kelompok tani yang sedang membuat biosaka, atau sedang mengaplikasikan biosaka.
Ia pun meminta para peneliti untuk meneliti dan mencari jawab secara ilmiah, mengapa biosaka dapat menekan OPT dan menyuburkan tanaman.
Penemuan ini menjadi sangat menarik para petani dan para Penyuluh Pertanian serta Pettugas POPT (Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman). Karena Biosaka muncul ketika trend semangat penerapkan budidaya pertanian organik sedang naik, ditambah berkurangnya penyediaan pupuk pabrik bersubsidi.
Biosaka membuka harapan baru petani, untuk tetap dapat panen dengan hasil memuaskan dari tanaman padi, jagung atau kedelai yang diusahakan.
Yang lebih menarik lagi adalah Biosaka ini dapat dibuat sendiri, menggunakan bahan-bahan rerumputan yang mudah didapat, tanpa membutuhkan alat-alat canggih, sehingga dan menjadi murah biayanya.
Mencari Komposisi Yang Pas
Hampir semua BPP di Jawa Tengah, Biosaka sudah dipraktekan dibuat dan dicoba oleh para petani, kelompok tani yang didampingi oleh para Penyuluh Pertanian dan Petugas POPT.
Biosaka adalah produk penemuan petani, walaupun banyak testimoni yang menyatakan manfaat biosaka, namun masih menyisakan banyak pertanyaan yang harus dicari sendiri solusinya.
Misalnya apakah tiap jenis rumput atau daun mempunyai manfaat spesifik? Berapa dosis yang paling tepat untuk masing-masing tanaman dan sebagainya..
Bagitulah yang dirasakan oleh Budi Santoso,SP, seoarang petugas POPT yang bertugas di kecamatan Guntur dan kecamatan Kebonagung, yang merupakan daerah lumbung padi di kabupaten Demak, Jawa Tengah.
Ia sangat tertantang untuk mendapat rekomendasi teknis penerapan Biosaka untuk tanaman padi yang paling sesuai didaerah tugasnya. Lalu bersama kelompok petani binaan tak segan-segan terus mencoba.
Mereka mencoba berbagai jenis rumput dan daun, untuk mendapat bahan biosaka yang paling sesuai. Mereka juga mencoba berbagai dosis, cara dan frekwensi penyemprotan. Juga di cari-cari kombinasi aplikasi yang paling sesuai, antara biosaka, POC (Pupuk Organik Cair) atau pupuk organik padat dan APH (Agens Pengendali Hayati).
Sesuai dengan kapasitas dan kemampuan akomodasi, percobaan-percobaan tersebut dilakukan dalam bentuk demonstrasi kaji terap, pada lahan sawah milik petani. Mereka mengaplikasikan bisosaka dipadu dengan POC dan APH dengan kombinasi dosis berbeda di setiap lokasi kaji terap. Kaji terap dilakukan pada kelompok berbeda.
Dari catatan Budi, perlakuan Biosaka yang dipadukan dengan pupuk kompos dan penggunaan APH dapat menghasilkan produktivitas 8,5 ton GKP per Ha. Penggunaan pupuk kimia dosis rekomendasi menghasilkan 7,8 ton GKP per Ha. Sedangkan perlakuan petani menghasilkan 5,6 ton GKP per Ha. Budi menambahkan produktivitas tersebut merupakan hasil riil pada saat panen. Bukan hasil ubinan 100 m².
Kepala Balai Pengendalian Hama Penyakit Tanaman Pangan,Hortikultura dan Perkebunan, Jawa Tengah, Ir. Herawati, yang ditemui diruang kerjanya mengatakan, bahwa Budi Santoso tersebut merupakan salah satu dari 249 orang Petugas POPT di Jawa Tengah. Biosaka memang telah dianjurkan keseluruh, jajaran POPT dan Penyuluh Pertanian di Jawa Tengah untuk di coba.

Mencoba dalam bentuk Kaji Terap tersebut merupakan pola pengkajian teknologi yang paling memungkinkan di lapangan. Hendaknya pengkajian tersebut benar-benar dikawal, sehingga hasil dan catatannya dapat digunakan sebagai pedoman pada waktu yang akan datang.
Untuk mendukung keberhasilan biosaka, 6 Laboratorium Pengamatan Hama & Penyakit (LPHP) dan 1 Laboratorium Tanaman Perkebunan siap dimanfaatkan. Lab LPHP tersebut berada di Ungaran, Jawa Rengah, Di Palur, Sukoharjo, Di Kedu, Temanggung, di Petarukan, Pemalang dan di Rendole, Pati, di Tajum, Banyumas, Sedang Lab HPTanaman Perkebunan berada di Ungaran juga. Mereka selalu siap memproduksi APH yang berupa predator, parasitoid, pathogen serangga dan antagonis pathogen tumbuhan.
Herawati juga mengatakan bahwa di Jawa Tengah, model SLPHT (Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu), yang diketahui sangat efektif mendidik petani untuk menerapkan budidaya tanaman sehat, masih dilanjutkan dengan pola dan nama yang disesuaikan. Dari data tambah tanam padi dan serangan hama penyakit yang dihimpun, Herawati optimis sasaran produksi padi Jawa Tengah tahun 2022 akan tercapai.
Reporter : Djoko W
Baca juga
Tokoh Papua Selatan Sebut Lumbung Pangan sebagai Kunci Ekonomi Baru untuk Kesejahteraan
KTNA NTB Siap Sukseskan PEDA 2025 dan PENAS 2026
Perhiptani Jambi Dukung Penyuluh Dibawah 1 Komando