Sinar Tani, SERPONG – Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPPSDMP) melakukan sosialisasi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 (Perpu Cipta Kerja) Substansi Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, Kamis (09/03) di Politeknik Enjiniring Pertanian Indonesia (PEPI).
Polemik UU Ciptakerja (UUCK/UU Ciptakerja) yang tidak melibatkan partisipasi masyarakat akhirnya diputuskan Mahkamah Konstitusi untuk ditunda pelaksanaannya hingga 2024 mendatang.
Karenanya, Presiden Jokowi meluncurkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 (Perpu Cipta Kerja) tanggal 30 Desember 2022 silam.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menegaskan, insan Pertanian tak perlu khawatir perlindungan negara terhadap petani menjadi berkurang dengan dimudahkannya investasi yang juga tersurat dalam Perpu 02/2022 ini.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Prof Dedi Nursyamsi pun mengakui adanya Perpu Ciptaker justru menciptakan perlindungan dan pemberdayaan petani, sebab Perpu ini masih senafas dan sejalan dengan UU No 19/2013 mengenai Perlindungan dan Pemberdayaan petani.
“Sebagai negara yang telah meratifikasi ketentuan WTO, kita harus menyesuaikan ketentuan pasal – pasal tersebut dengan tetap memberikan perlindungan kepada petani,” jelasnya.
Agar pesan Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dalam Perpu Ciptaker sampai kepada petani dan penyuluh, Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) melakukan Sosialisasi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 (Perpu Cipta Kerja) Substansi Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
“BPPSDMP sebagai tim penyusun Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani berkewajiban menyosialisasikan perubahan-perubahan rumusan beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 yang diubah dengan Perppu tentang Cipta Kerja tersebut, yaitu Pasal 15, Pasal 30 dan Pasal 101,” jelas Sekretaris Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Siti Munifah.
Lebih lanjut Siti Munifah menjelaskan, ada beberapa UU di sektor Pertanian yang terdampak adanya Perpu ini, mulai dari UU Perlindungan Varietas Tanaman (UU No. 29/2000), UU Peternakan dan Kesehatan Hewan (UU No. 18/2009), UU Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ( UU 41/2019), UU Hortikultura (UU N0. 13/2010), UU Perkebunan (UU No. 39/2014), UU Pangan (UU No. 18/2012), UU Budi Daya Pertanian Berkelanjutan ( UU No. 22/2019) dan UU Perlindungan & Pemberdayaan Petani (UU No. 19/2013).
Namun, yang menjadi perhatian utama adalah yang beririsan dengan UU Perlindungan Pemberdayaan Petani (UU No. 19/2013) yang disinyalir memangkas perlindungan petani khususnya dalam mencapai kesejahteraan.
“Pada Perpu CK yang dikoreksi adalah pasal 15,30 dan 101. Sisanya, aspek pemberdayaan dalam Perpu CK masih sejalan dengan UU No. 19/2013,” sebutnya.
Siti Munifah menegaskan, perlindungan dan pemberdayaan petani merupakan pekerjaan besar yang perlu sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan dukungan pemangku kepentingan lainnya.
“Agar seluruh petani mendapatkan perlindungan, terutama petani kecil dan memaksimalkan pemberdayaan melalui Penyuluhan, Pendidikan dan Pelatihan,” tuturnya.
Secara action, Siti Munifah menyebutkan, peranan Pemda dalam perlindungan dan pemberdayaan petani sangat besar dampaknya.
“Pemda pro lah dengan petani, misalnya mengharuskan toko retail di daerah harus mengambil produk petani, itu juga model perlindungan petani, disamping proses pemberdayaan petani dengan bimtek, pelatihan agar Pertanian menjadi menguntungkan,” tuturnya.
Perlindungan Petani
Aspek perlindungan petani, menurut Novianto dari Biro Hukum Kementerian Pertanian sebenarnya tersirat dalam pasal-pasal dalam Perpu Cipta Kerja, khususnya pasal 15,30 dan 101.
Contohnya, framing impor yang sebelumnya secara tegas melarang Komoditas Pertanian pada saat ketersediaan Komoditas Pertanian dalam negeri sudah mencukupi kebutuhan konsumsi dan/atau cadangan pangan Pemerintah.
Pada Perpu CK, impor pun dilakukan dengan tetap melindungi kepentingan Petani dan sesuai dengan instrumen perdagangan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Perpu menjadi upaya pemerintah untuk sejalan dengan WTO, dimana tidak boleh ada pelarangan impor yang secara tersurat dalam undang-undang, ” tuturnya.
Novianto meyakini, pemerintah akan berusaha keras untuk tetap melindungi petani dengan berbagai cara.
Satgas Perpu CK Kantor Sekretariat Presiden, Prof. Erizal Jamal juga menegaskan perpu ini sebenarnya memberikan perlindungan bagi petani.
Menurut Prof. Erizal, perpu ini bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian dan memperbaiki kesejahteraan petani melalui investasi di sektor pertanian dan peningkatan akses pasar.
Selain itu, Perpu Cipta Kerja juga mewajibkan perusahaan untuk memberikan pelatihan dan pendampingan kepada petani yang terdampak oleh investasi.
Begini Sinergi Kementan dan Pemprov Kalsel Wujudkan Ekosistem Pertanian Berkelanjutan
Mendorong Pertanian Modern, Kolaborasi Multipihak di Kapuas
Kementan Latih Mahasiswa Butcher untuk Penuhi Kebutuhan Dunia Usaha