15 Oktober 2024

Sinar Tani

Media Pertanian Terkini

Persiapan Musim Tanam, Perhiptani Jateng Bekali Penyuluh Mitigasi Perubahan Iklim

SINARTANI, Semarang — Menghadapi Musim Tanam pertama tahun 2022/2023 DPW Perhiptani Jawa Tengah,  bekerja sama dengan DPW Perhimpi Jawa Tengah dan BPTP Jawa Tengah menggelar seminar bertajuk “Mitigasi Perubahan Iklim untuk Ketahanan Pangan Nasional ”  di Aula BPTP Jawa Tengah.

Dalam kegiatan tersebut Sekjen Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia (Perhimpi) Pusat Dr. Ir. Haris Syahbuddin DEA, mengatakan perubahan iklim sudah menjadi suatu keniscayaan, sejak tahun 1980 perubahan iklim terus terjadi secara signifikan.

Lebih lanjut Haris Syahbuddin yang juga menjabat Ses Balitbangtan ini menyampaikan bahwa, dampak perubahan iklim terhadap pertanian adalah dapat menjadi salah satu penyebab timbulnya krisis pangan global.

“Untuk mengantisipasi hal tersebut Kementrian Pertanian memutuskan 3 kebijakan yaitu meningkatkan produksi pangan, mendorong pengembangan pangan lokal untuk subsitusi dan meminimalisir pangan import serta meningkatkan produksi komoditas penyumbang inflasi,” ungkapnya.

Haris juga mengatakan bahwa Perhimpi di daerah hendaknya secara proaktif mengambil peran mengatasi krisis pangan global, sesuai dengan bidang keahlian masing-masing.

Karena sebagai  organisasi masyarakat professional yang bersifat lintas disiplin dalam bidang pengembangan dan pemanfaatan cuaca dan iklim di Indonesia,  Perhimpi dapat Menyusun sebuah Analisa berdasar data, utntuk menjadi sebuah rekomendasi, saran kebijakan kepada pemerintah Daerah setempat.

Hal tersebut sejalan dengan yang dikatakan Ketua Perhimpi Jawa Tengah, Dr. Ir. Djoko Pramono, bahwa Perhimpi akan terus melakukan upaya-upaya peningkatan kesadaran akan pentingnya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, demi ketahanan pangan, dan kesejahteraan petani.

Djoko Pramono menyadari bahwa seluruh komponen pemerintah dan masyarakat harus terlibat. Sebagai contoh Tindakan sederhana dan nyata mitigasi perubahan iklim adalah penanaman pohon. Karena pepohonan dapat menyerap CO2 dan meminimalisir pengaruhnya.

“Demikian pula upaya-upaya pendampingan terhadap petani,  apabila terjadi cuaca ekstrim, missalnya kekeringan atau kelebihan air. Untuk adaptasi dapat dengan penerapan teknologi yang sesuai. Misalnya penanaman varitas tahan kering atau varitas tahan genangan, teknologi budidaya tanaman hemat air, yang kesemuanya telah diintroduksi oleh pemerintah,” ungkapnya.

Baca Juga :  Efek IPDMIP Kementan, Gabah Petani Banyuasin Tembus 8 Ton/Hektar

Inovasi Teknologi

Semantara itu Kepala BPTP Jawa Tengah, Arif Surachman SPi, MSc, PhD menjelaskan bahwa : Perubahan iklim adalah sebuah fenomena yang dicirikan dengan terjadinya pergeseran pola curah hujan, meningkatnya temperatur, meningkatnya tinggi permukaan laut, meningkatnya kasus banjir, kekeringan.

“Dampak negatif perubahan iklim terkait dengan masalah ketersediaan air dan gangguan hama dan penyakit,” ujar Arif.

Dalam rangka meningkatkan kemampuan adaptasi petani terhadap perubahan iklim diperlukan dukungan inovasi yang mampu menekan dampak negatif yang disebabkan oleh kekeringan, banjir dan gangguan hama dan penyakit.

Inovasi tersebut dapat meliputi pengaturan penggunaan varietas serta pengelolaan lahan dan air yang efisien. Sedangkan upaya mitigasi perubahan iklim juga tetap diperlukan, untuk menekan emisi gas metana yang merupakan faktor utama terjadinya perubahan iklim secara global.

Upaya mitigasi dapat ditempuh dengan mengembangkan teknologi pemupukan, teknologi pengolahan tanah dan penggunaan varietas rendah emisi.

“Tindakan Adaptasi yang dianjurkan antara lain pembangunan secara masif embung untuk menampung air hujan guna menghadapi kemarau panjang. Pengembangan Irigasi Hemat Air melalui irigasi perpipaan, irigasi tetes (drip irrigation) dan lain-lain,” jelas Arif.

Arif menambahkan tindakan lain adalah perluas aplikasi mulsa di lahan kering untuk mengurangi penguapan air. Perbanyakan benih secara masif utamanya varietas-varietas toleran kekeringan dan varietas-varietas toleran rendaman/banjir. Pengembangan secara masif Unit Pengolahan Pupuk Organik (UPPO) untuk aplikasi bahan organik tanah dalam upaya meningkatkan kapasitas tanah menahan air/water-holding capacity.

Diversifikasi pangan lokal, mengurangi ketergantungan padi karena padi butuh air banyak, mulai fokus ke non padi seperti: jagung, sukun, singkong, pisang dll yang relatif sedikit butuh air. Perkuat sistem integrasi tanaman-ternak, dengan sistem integrasi ini petani memiliki opsi-opsi budidaya untuk terus berproduksi ditengah cuaca ekstrim, serta bimtek Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim

Sedangkan tindakan mitigasi yang segera bisa dilakukan mayarakat dan pemerintah yaitu, Pengembangan Kawasan Kebun Pekarangan dengan tanaman kelapa, kopi  mangga, lengkeng dll untuk perbanyak penyerapan CO2 dan mengurangi pemanasan global

Baca Juga :  Gelar Raker, DPW Perhiptani Banten Dorong Profesionalisme Pengembangan Agribisnis

Rehabilitasi Lahan-lahan Kritis dalam rangka mengurang pemanasan global dengan tanaman buah-buahan: durian, mangga, nangka, manggis, rambutan, pisang, matoa, sukun, dll dan tanaman perkebunan: kopi, kakao, pala, kelapa dll yang relatif tahan kekeringan sebagai sumber nutrisi dan peningkatan ekonomi

“Dan mengurangi food losses. Food losses mengurangi efisiensi dan meningkatkan emisi gas rumah kaca terutama gas metan (CH4),” Tegasnya.

Prakiraan Musim

Pada seminar tersebut, Balai Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika  Jawa Tengah Stasiun Klimatologi Semarang menyampaikan Evaluasi Musim Kemarau 2022 & Prakiraan Musim Hujan 2022/2023 di Jawa Tengah.

Dalam pemaparanya, diketahui La Nina masih berpengaruh terhadap musim, walaupun tidak ekstrim. Berdasarkan monitoring BMKG terhadap kondisi ENSO,  menunjukkan bahwa saat ini dalam kondisi La Nina Moderate, yaitu sebesar -1,10 pada dasarian II September 2022. BMKG memprakirakan fenomena ENSO akan La Nina Lemah pada Desember 2022 dan kemudian berangsur melemah.

Secara Umum, di Jawa Tengah memasuki Awal Musim Kemarau pada Bulan Juni dan Juli 2022. Prakiraan Awal Musim Hujan diprakirakan pada bulan Oktober 2022.

Puncak Musim Hujan diprakirakan terjadi pada bulan Januari dan Februari 2023. Prakiraan Hujan Bulanan pada Oktober 2022 diprakirakan dalam intensitas MENENGAH. Sedangkan pada November – Desember 2022, diprakirakan dalam intensitas MENENGAH – TINGGI.  Prakiraan Sifat Hujan Bulanan pada Oktober – Desember 2022 diprakirakan Normal (N) – Atas Normal (AN).

Pengaruh Terhadap Pertanian

Sub coordinator Padi Distanbun Jateng, Haryatmo SP mengatakan perubahan iklim yang terjadi secara garis besar berpengaruh terhadap 3 faktor, yaitu lingkungan yang memberikan pengaruh pada timbulnya penyakit pada tumbuhan.

Temperatur dengan kelembaban udara relatif dan foroperiodisitas yang berpengaruh langsung terhadap siklus hidup, keperidian, lama hidup, serta kemampuan diapause serangga.

“Faktor kedua yaitu Inang, berpengaruh terhadap timbulnya penyakit pada tumbuhan, yaitu berupa jenis tanaman inang, kerentanan tanaman, bentuk dan tingkat pertumbuhan, struktur dan kerapatan populasi, kesehatan tanaman, dan ketahanan inang,” ujar Haryanto yang mewakili  Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Prov.Jateng

Baca Juga :  Kendaraan Bermotor, Perkuat Kinerja Penyuluhan Pertanian

Haryanto menambahkan Inang dalam keadaan rentan, patogen bersifat virulen (daya infeksi tinggi) dan jumlah yang cukup, serta lingkungan yang mendukung.Faktor-faktor iklim juga berpengaruh terhadap ketahanan tanaman inang.

Dan factor ketiga adalah Patogen yang merupakan organisme hidup dan dapat menimbulkan penyakit pada tumbuhan. Organisme-organisme tersebut dapat berupa fungi, bakteri, virus, serangga, riketsia, dan lainnya.

Pengaruh faktor iklim terhadap patogen bisa terhadap siklus hidup patogen, virulensi (daya infeksi), penularan, dan reproduksi patogen. Pengaruh perubahan iklim akan sangat spesifik untuk masing masing penyakit.

Pendampingan Petani

Pada kesempatan yang sama Ketua DPW Perhiptani Jawa Tengah, Warsana,SP,MSi menyampaikan pentingnya peran Penyuluh Pertanian dalam mendampingi petani dalam menyikapi perubahan iklim yang terjadi dalam konteks Swa sembada Pangan.

Dijelaskannya bahwa peran penyuluh pertanian sebagai advokasi dan memberdayakan petani dapat dilakukan dengan berbagai Langkah.

Mulai dari pengorganisasian komunitas. Dalam hal ini penyuluh mampu mendorong masyarakat untuk mengambil keputusan atas masalah di sekitarnya. Meningkatkan kemampuan masyarakat petani dalam menemukan sumberdaya. Dan mampu membawa hasil komunikasi dari tingkat komunitas, antar komunitas, antar desa, dan seterusnya

Pengembangan Jaringan Kerjasama yaitu dengan menjalin komunikasi untuk melakukan kerjasama dengan pihak lain (individu, kelompok, dan atau organisasi) agar bersama-sama dan saling mendukung dalam membangun kawasan produktif pertanian

“Pengembangan Kapasitas yaitu dengan ,eningkatkan kemampuan masyarakat  untuk mencapai kerja produktif. Mempunyai pengetahuan, sikap, dan keterampilan untuk membangun dan mampu berkomunikasi dalam melakukan perbaikan organisasi dan manajemen, keuangan dan budaya organisasi,” ucapnya.

Selain itu ditambahkan Warsana, Komunikasi, Informasi, Edukasi  (Kie) juga merupakan Langkah yang bisa dilakukan. Yang meliputi mampu mengelola informasi dan menyebarkannya untuk mendukung pember-dayaan.

Mendokumentasikan informasi agar  tersedia bagi masyarakat yang memer-lukannya dan Mampu manfaatkan  berbagai media komunikasi.  Djoko W

tidak boleh di copy ya

error

suka dengan artikel ini