18 Maret 2025

Sinar Tani

Media Pertanian Terkini

Beranda » Sempat Terpuruk Saat Pandemi, Brownies Thiiwool Arin Makin Diminati

Sempat Terpuruk Saat Pandemi, Brownies Thiiwool Arin Makin Diminati

Arin Herlawati , Produsen Brownies Thiwul

SINARTANI, Wonogiri — Keuletan Arin Herlawati menawarkan produk kreasi thiwul berbuah manis. Brownies Thiiwool buatannya telah dikenal dan laku di luar kota, luar pulau bahkan sampai Papua.

Keinginan kuat mengangkat gaplek menjadi makanan berkelas yang dapat diterima semua kalangan mulai dari anak-anak hingga orang dewasa membuat Arin Herlawati berfikir keras.

Dengan kreatifitas dan dorongan dari koperasi Wanita yang diikutinya. Arin mencoba memembuat kue-kue berbahan baku tepung gaplek.

“Ternyata tidak semudah membuat kue-kue yang berbahan baku gandum. Kue dari tepung gaplek ini tidak mau mengembang atau bantat, tidak  seperti kue dari gandum,” ungkap Arin

Namun hal tersebut tidak membuat Arin menyerah, ia terus melakukan try and error. Setelah melakukan dan mencoba ratusan kali selama 6 bulan, barulah Arin mendapatkan formula yang pas untuk mengolah tepung gaplek menjadi barmacam kue yang nikmat.

Mulai dirintis sejak 2018, sembari terus menyempurnakan formula dan menambah kreasi, wanita yang  tinggal di desa Ngadirojo Lor, Kecamatan Ngadirojo, salah satu daerah sentra ubi kayu di Wonogiri, tak pernah absen bila diberi kesempatan memamerkan hasil kreasinya.

“Semula hanya menawarkan pada kenalan, teman dan tetangga, namun hari demi hari bertambahlah pembeli dan varian kue saat ini sudah 115 varian yang dimintakan sertfikat halal,” ujarnya..

Ditemui disela-sela kegiatan “Pengembangan pangan lokal” Dishanpan Jateng di UNS Solo dan kegiatan HPS di Dispertan Wonogiri, Arin mengatakan bahwa pandemi selama dua tahun lebih, sempat menurunkan omset sampai 70%.

Hal tersebut tidak membuat Arin menyerah, ia tetap mempertahankan usahanya yang sebenarnya sedang berkembang. Saat ini, ketika pandemi mereda permintaan produk thiwulnya kembali pulih dan terus bertambahi.

Baca Juga :  Tembus Pasar Ekspor, Koperasi Menara Pangan Desa Terus Berbenah

“Terutama melayani permintaan masyarakat sekitar, ketika musim orang punya kerja” katanya.

Dalam masyarakat Jawa memang dikenal adanya hari baik, bulan baik untuk punya kerja. Menikahkan anak, sunatan, ngunduh mantu, mendirikan rumah dan sebagainya.

“Pada bulan-bulan itu kami dapat menghabiskan 50 kg bahan baku sehari” sambungnya.

Arin menambahkan menjadi kebiasaan bila tamu undangan pulang, tuan rumah memberi oleh-oleh atau buah tangan berupa nasi dan lauk  yang dibungkus daun jati. Tetapi sekarang mereka mengganti oleh-oleh itu dengan kue brownies Thiwul yang telah dikemas cantik karena lebih praktis dan efisien.

Para perantau yang pulang kampung ke Wonogiri, juga menjadi pelanggan setia brownies tiwul.

“Ketika mereka pulang Kembali ke kota-kota perantauan oleh-oleh khas Wonogiri yang dipilih adalah Brownies Thiwul. Sebab penampilan yang kekinian, rasa mantul namun tetap membawa citarasa daerah Wonogiri,” ujarnya.

Saat ini semua produk kreasi thiwul buatan Arin dipasarkan di outlet miliknya yang terletak di daerah Ngadirojo, di pinggir jalan raya Wonogiri – Ponorogo.

Pemasaranpun sudah berkembang, dengan memanfaatkan penjualan online, konsumen yang semula hanya dilingkaran pertemanan dan tetangga, sekarang telah menjangkau kota-kota di pulau Jawa, beberapa kota diluar Jawa .

“Terutama untuk kue-kue kering yang tahan dalam pengiriman. Sedang kue basah hanya dijual ke tempat-tempat yang dapat dijangkau pengiriman paling lama 2 hari,” tegasnya.

Penghasil Singkong.

Sejak jaman dahulu, Kabupaten Wonogiri merupakan penghasil singkong terbesar di provinsi Jawa Tengah. Pada tahun 2019 tercatat luas panen mencapai 46. 873 Ha dan menghasilkan ubi kayu/singkong sebanyak 890.438 ton, rata-rata produksi per Ha adalah 189,97 kuintal.

Memang lahan pertanian yang luas di kabupaten Wonogiri adalah berupa lahan kering, yang selalu ditanami ubi kayu secara tumpangsari dengan jagung dan kacang tanah.

Baca Juga :  Manfaatkan Halaman, Isroil Raup Cuan dari Jamur Tiram

Biasanya ubi kayu hasil panen petani di kupas kemudian dibelah dan dijemur sampai kering. Ubi kupasan yang sudah kering tersebut disebut “gaplek” dapat disimpan lama.

Secara turun temurun masyarakat Wonogiri mengolah gaplek menjadi nasi thiwul. Dimasa lalu nasi thiwul menjadi makanan pokok penduduk Wonogiri. Namun seiring berjalannya waktu, dengan gencarnya program peningkatan produksi padi, makanan pokok masyarakat Wonogiri bergeser kepada nasi beras.

Walaupun sebagian masih mempertahankan thiwulnya dengan mencampur pada nasi beras, sehingga disebut nasi uleng ( nasi gulat.).

Selera makananpun berubah, terutama kalangan anak muda dan anak-anak sudah sama sekali  meninggalkan thiwul, pangan lokal berbahan baku gaplek atau singkong ini. Padahal produsi singkong masih melimpah.

Artinya gaplek sebagai pangan lokal dengan  kandungan nutrisi yang tak kalah dari beras berpotensi terlupakan. Gaplek hanya akan dimanfaatkan sebagai pakan ternak atau bahan baku industri.

Dilain sisi pemerintah sedang giat-giatnya menganjurkan masyarakat untuk mengkonsumsi pangan lokal, termasuk thiwul, guna mengatasi ketergantungan masyarakat akan pangan pokok beras. Agar negara tidak perlu import beras, bila mungkin justru malah eksport beras dan komoditas lain.keluar negri, hingga mendatangkan devisa. Djoko W

 

tidak boleh di copy ya

error

suka dengan artikel ini