SINARTANI.COM, Aceh – Jarang ditemui seorang penjual Eskoteng khas Medan yang notabene sebagai seorang sarjana ekonomi dan bertalenta.
Menjual Eskoteng hanya saat bulan Ramadan saja, mulai pukul 16.00 wib sampai waktu berbuka di samping Polda Aceh.
“Sehari laku 30 – 50 cup harganya Rp 10 ribu per cup, sedangkan modal Rp 100-150 ribu,” ungkap Febri, SE.,Ak kepada tabloidsinartani.com.
Untuk membuat eskoteng khas Medan kata Febri bahan nya antara lain jali-jali, jeruk Kahitna, gula tebu asli, agar-agar, natadecoco dan lainnya.
Febri meraih gelar Sarjana Ekonomi jurusan Akuntansi di salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Medan. Menjual Eskoteng ini mulai sejak tahun 2019 setiap bulan Ramadan saja.
“Sedangkan kalau hari biasa sambung Febri, saya fokus sebagai teknisi mesin, las pagar dan kanopi serta alat mekanisasi pertanian,” sambungnya.
Febri bisa kerjakan semua itu karena melihat orang bekerja dan belajar sendiri melalui chanel Youtube.
Walaupun seorang sarjana ekonomi tapi dia memiliki ketrampilan khusus serta mampu memperbaiki mesin honda, mesin mobil, membuat kanopi, pagar dan juga bisa menjadi tukang bangunan.
“Bahkan tahun 2018 – 2020 juga pernah membantu membuat mesin inovasi penghasil carbon dan asap cair biochar bersama Dr Ir. Ishenny Mohd Noor, M.Eng.,Sc saintis Aceh pemegang 9 medali emas dunia dalam bidang rekayasa biokimia dan biofuel,” ungkapnya bangga.
Untuk sementara ini, saya buka bengkel Cendana Stell di Perumnas Jeulingke, bagi yang berminat memakai jasanya biasanya menghubungi melalui WhatsApp. 0812-6922-9222.
Febri kelahiran Banda Aceh 25 Februari 1985 anak ketiga dari 4 bersaudara ini mengatakan, bulan puasa adalah bulan penuh berkah.
“Bisnis eskoteng memiliki prospek dan sebagai usaha alternatif. Tugas kita hanya berusaha saja, soal rezeki itu urusan Allah,” ucapnya.
Kalau ada rezeki, setiap Idul Fitri Febri selalu menyisihkan sebagian untuk kebutuhan orangtuanya, tanpa harus diminta terlebih dahulu.
Pada tahun 2010, Febri pernah bekerja sebagai manajer di salah satu penerbangan komersial dengan jumlah karyawan 35 orang.
Hingga akhirnya tahun 2017, ia putuskan berhenti bekerja. Alasannya ingin fokus bangun usaha berdikari.
Masa kecil nya juga sudah terbiasa hidup mandiri, tak pernah menyusahkan orangtua. Untuk membeli sepeda motor dan mobil dari hasil jerih payahnya sendiri.
“Walaupun pernah sebagai manajer, tapi saya tak pernah gengsi menjalani kehidupan ini. Karena awal meniti karir dari nol, dimulai sebagai sopir, menjadi staf dan terakhir tahun 2010-2017 menjabat sebagai manajer,” ujarnya.
Kini hasil pernikahannya dengan Zulia Suharnita 2012 silam, telah dikaruniai 3 anak. Namun yang terakhir baru lahir minggu lalu, sehingga belum memiliki nama.
“Kita bisa kerjakan apa saja, jangan pernah malu…jalani saja seperti air yang selalu mencari tempat terendah,” tutup Febri berfilosofi.
Diakui Apkasindo, Prof. Rachmat Pambudy Jadi Bapak Motivator Petani Sawit
Ai Awang Hayati: Sukses Membawa Kopi Sumedang Mendunia
Eks Bos ASABRI, Wahyu Suparyono, Kini Pimpin Bulog!