14 Oktober 2024

Sinar Tani

Media Pertanian Terkini

Sukarno, Pensiun Dini Untuk Bertani

Sinar Tani, Madiun — Bagi Sukarno bertani dan beternak merupakan kegiatan yang memiliki prospek menjanjikan. Karena itu tidak heran bila petani di Madiun, Jawa Timur ini memberanikan diri untuk mengajukan pensiun dini dari perusahaan tempatnya bekerja. Seperti apa perjalanan Sukarno untuk menjadi petani di desanya?

Melihat banyaknya rekan kerja yang gagal berwiausaha setelah pension dari perusahaan membuat Sukarno berpikir keras. Meurutnya ia harus mempersiapkan diri dalam membangun usaha sebelum masuk masa purna.

Karena itu, Sukarno memutuskan untuk  mengajukan pensiun dini dari perusahaan tempatnya bekerja. “Saya kurang lebih sudah bekerja selama 23 tahun, saya melihat beberapa teman saya yang sudah pensiun banyak yang gagal memulai usaha. Sehingga saya memutuskan untuk minta pensiun dini, maksud saya agar saat usia pensiun usaha sudah bisa jalan sendiri,” ceritanya.

Setelah menunggu selama 10 tahun akhirnya di usia 45 tahun pengajuan pensiun dini Sukarno di setujui perusahaan. “Kemudian saya berdiskusi dengan keluarga, dengan keterbatasan modal akhirnya saya menjual rumah KPR yang awalnya saya tempati di daerah Purwakarta dan sudah lunas, dari hasil penjualan itulah saya gunakan untuk modal,” ungkapnya.

Pilihan Sukarno untuk menjadi petani bukan tanpa alasan, ia melihat bahwa sampai kapan pun pangan akan menjadi kebutuhan utama.

Padi Organik

Berbekal keyakinan tersebut dan bermodal lahan sawah seperempat hektar yang dibelihanya,m Sukarno mulai perjalannnya menjadi seorang petani. Pertanian yang dipilih Sukarno adalah bertani padi organik, karena menurutnya penggunaan bahan kimia sintesis yang dapat merusak tanah harus dihentikan.

Awalnya Sukarno menerapkan penggunaan pupuk organik dan kimia berimbau, dan seiring berjalannya waktu, pertanian padi organik penuh dapat dilakukan dengan hasil yang terus meningkat.

“Apabila petani mampu mencapai atau bahkan melebihi potensi hasil produksi maka petani akan mendapat tambahan penghasilan yang cukup tinggi,” ujarnya.

Dijelaskan Sukarno, varietas  padi organik yang digunakan merupakan varietas unggul baru atau varietas lokal yang tahan OPT utama, dan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, Selai itu benih yang digunakan adalah benih bermutu/bersertifikat, memiliki berat jenis tinggi, daya kecambah yang tinggi, mampu memberikan pertumbuhan cepat dan seragam, serta perlakuan benih dengan cara merendamnya.

Baca Juga :  Regenerasi Petani, Penting Kenalkan Kopi Sejak Dini

Menurut Sukarno, lahan untuk persemaian haruslah aman dari gangguan binatang dan mudah untuk diairi. Persemaian dapat dilakukan dilahan sawah, lahan kering atau pekarangan yang dilapisi plastik atau menggunakan nampan.

“Persemaian padi organik dilakukan dengan cara kering tidak digenangi dan dilakukan penyiraman setiap hari. Saat benih mulai berkecambah dilakukan penambahan air kemudian persemaian dipantau, apabila ditemukan ada hama yang menyerang persemaian maka bisa dikendalikan dengan menggunakan insektisida nabati-hayati, pada pertanian organik penyiapan lahan organik juga harus diperhatikan, lingkungan disekitar lahan harus bebas dari pencemaran bahan kimia,”paparnya.

Sukarno menambahkan setiap selesai penyiangan dilakukan penyemprotan suplement Pupuk Organik Cair (POC) atau Mikro Organisme Lokal (MOL). Pemupukan dengan menggunakan pupuk kompos atau bahan organik diberikan pada saat pengolahan tanah atau menjelang tanam.

“Pemberian MOL dimaksudkan untuk menambah nutrisi bagi tanaman, MOL dapat dibuat sendiri dari bahan limbah sayuran, buahan, keong mas, buah maja, bonggol pisang, nasi dan rebung bambu,” ungkap Sukarno.

Penggunaan pestisida organik dalam budidaya padi organik, dijelaskan Sukarno sama pentingnya dengan penggunaan pestisida kimia. Menggunakan tumbuhan maupun hewan, pembuatan pestisida organik relatif mudah karena bahan dasar yang dibutuhkan ada di sekitar.

“Pengendalian dan pencegahan terhadap hama dan penyakit dilakukan melalui pendayagunaan fungsi musuh alami dan pemantauan berkala,” jelasnya.

Menurut Sukarno, panen dapat dilakukan dengan menggunakan alat, perontokan dilakukan sesegera mungkin setelah pemotongan, kemudian gabah kering panen dibersihkan dulu sebelum dilakukan pengeringan secara manual dengan menjemur dibawah sinar matahari atau menggunakan mesin pengeringan sampai kadar air kurang.

“Sebelum digiling atau dikemas gabah kering giling sebaiknya diistirahatkan selama satu malam,” ujarnya.

Beternak Sapi

Selain menanam padi organik, Sukarno juga mencoba beternak sapi dibantu istri dan anaknya.

Baca Juga :  Masyarakat Petani Barru Gelar Tudang Sipulung dan Mappalili

“ Saya memulai dengan 4 ekor sapi limosin untuk penggemukan yang umurnya sudah 2 tahunan,” ungkapnya.

Dari modal 4 ekor tersebut, Sukarno menjualnya dan membeli sapi kembali untuk dibesarkan hingga saat ini ia memiliki 12 ekor sapi dikandang.

“Karena pasar saya di lingkungan saat acara Idul Qurban dan butuhnya sapi yang bobitnya kecil, maka saya mulai menyiapkan keingian pasar setersebut,”lanjutnya

Untuk pakan sapi, Sukarno lebih mengandalkan konsentrat, yang berasal dari bungkil kopra, kulit kopi, dan lain-lain yang disuplai dari daerah Tulungagung. Selain itu untuk pakan juga dikombinasi dengan rumput, daun jagung hingga jerami dan tongkol singkong.

Sukarno menyampaikan untuk para peternak ada beberapa hal yang perludilakukan mulai dari menjaga kebersihan kandang, dan apabila ternak sapi mengalami gangguan kesehatan, segeralah ditangani agar penyakit tidak menular ke sapi yang lain.

“Untuk membuat dagingnya lebih padat, diperlukan lahan kosong atau kandang yang cukup untuk sapi bergerak, daging sapi akan padat dan mudah berkembang apabila sistem peredaran darah sapi mengalir lancar dan otot pada bagian tubuh sapi berkembang, apabila dibiarkan diam dan bermalas-malasan, tentunya akan menjadi sumber datangnya penyakit akibat peredaran darah sapi kurang lancar.,” ungkapnya.

Biodigester

Sukarno memanfaatakn kotoran sapi sebagai bahan baku Biodigester. “Dari 14 ekor sapi dengan input awal sebanyak 300 kg dan imput harian 15 kg dapat mengahasilkan biogas sebanyak 1 m3.hari,” jelasnya.

Untuk membuat Biodigester, Sukarno menjelaskan kotoran sapi yang dihasilkan dari kadnang dicampur dengan air terlebih dahulu untuk kemudian dimasukkan ke dalam penampungan.  Kotoran sapi dikonversi menjadi biogas melalui proses fermentasi secara anaerobik selama kurang lebih 14 hari.

Menurut Sukarno, kotoran sapi akan terus keluar limbahnya kemudian digunakan untuk kebutuhan masak keluarga.

Selain menghasilkan gas, limbah Biodigester yang berbentuk padat dijadikan bahan pembuatan kompos, sedangkan yang berupa cairan disalurkan ke kebun sebagai pupuk organik cair.

Baca Juga :  DKPP Kota Bogor Fasilitasi Nilai Tambah Sampah Organik Pasar

“Kotoran padat yang dihasilkan kemudian dikeringkan, dan dijual sebagai kompos  untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Karena saya dulunya anak paling kecil di keluarga, yang di sawah waktu itu kakak-kakak saya, benar-benar tidak pernah mengetahui masalah pertanian dan peternakan,”tambahnya.

Sukarno berharap, melalui energi terbarukan berupa biodigester dapat menjadi salah satu solusi permasalahan energi di masa saat ini, Belum lagi harga bahan bakar yang terus naik, karena itu, inovasi berupa biodigester menjadi solusi yang bijak bagi para peternak untuk mewujudkan peternakan yang mandiri energi.

Selain menghemat biaya bahan bakar, para peternak dapat memanfaatkan limbah atau kotoran ternak yang dihasilkan, sehingga tidak menumpuk sia-sia.

Manfaatakan Lahan Untuk Ternak Ikan

Ide kreatif Sukarno tidak sampai disitu, ia menyulap lahan pekarangan rumahnya menjadi kolam ikan lele, menanam sayur dan kandang ayam.

“Pagi dan sore hari memberi makan ikan lele dan ayam, semoga dengan cara memanfaatkan lahan yang sempit bisa membantu perekonomian keluarga dan juga penggemukan ayam kampung organik ini panennya bersamaan dengan ikan lele, ”ucapnya.

Sukarno mengatakan apa yang dihasilkan dari pekarangan sudah cukup untuk kebutuhan memasak setiap hari. “Sudah ada ayam petelur 10 ekor, kalau untuk pakan lele masih membeli karena hanya sedikit hanya sekitar 50-100 ekor, sedangkan makanan ayam dari sisa-sisa makanan, sayuran, harapan saya semua yang saya makan itu sehat,”tambahnya.

Sukarno menambahkan apa yang dilakukannya saat ini bisa dijadikan contoh bagi para petani lain. Hal tersebut bida dilihat dari kegiatan pelatihan sekolah bisnis yang dimulai dari  kelompok hingga adanya suppot dari dinas.

“Supaya bisnis petani itu jangan hanya produksi saja tapi bisa mengarah ke pelatihan karena masing-masing ada tantangannya dan hambatannya, setelah mengikut training menjadi tahu banyak potensi-potensi di bidang pertanian dan peternakan,”tuturnya.

Sukarno mengatakan jangan takut menjadi petani, terus belajar untuk berkembang, dan rajin mengikuti pelatihan, insyaAllah akan sukses.

Reporter : Soleman

 

tidak boleh di copy ya

error

suka dengan artikel ini