6 Oktober 2024

Sinar Tani

Media Pertanian Terkini

Sukses Jadi Petani di Desa, Ini Kiat Jitu Waketum Maporina

Sinar Tani, Ungaran — Ilmuwan paripurna, Dr. Ir Ali Zum Mashar, yang juga Wakil Ketua Maporina Pusat mengajak para kaum muda, baik yang masuk generasi millenial maupun  gen Z tidak ragu-ragu kembali desa dan menjadi pribadi yang mandiri dan sukses disana. Sektor pertanian terpadu, dari hulu sampai hilir,  masih terbuka lebar untuk dijadikan profesi dan sumber penghasilan yang menjanjikan serta ladang mulia pengabdian bagi sesama.   

Hal tersebut disampaikan Dr. Ali Zum Mashar pada Webinar yang mengangkat tema “ Menjadi Petani Mandiri Sukses di Desa “. Pada webinar yang diselenggarakan Ditjen Tanaman Pangan tersebut, turut berbicara sebagai nara sumber Wakil Ketua Maporina Bidang Teknologi Pasca Panen, Ir. Ngadenan, dan yang bertindak sebagai Keynote Speaker, Dirjen Tanaman Pangan  Dr. Ir. Suwandi, MSi,

Ali Zum mengatakan untuk menjadi sukses dalam agribisnis di desa tidak semudah orang membalik telapak tangan. “ Anak muda tersebut harus mampu membentuk dirinya menjadi Pribadi Membangun Daya Saing Bisnis ” tegasnya.

Lebih lanjut diungkapkan penemu microba google tersebut, bahwa ada tiga hal yang harus dilakukan.

Yang pertama memiliki skill dan kompetensi/sertifikasi. Untuk memperolehnya maka harus tak putus selalu belajar. Baik memalui buku, media sosial, menghadiri seminar, mengikuti pelatihan secara langsung dan atau mengikuti uji sertufikasi.

Langkah yang kedua adalah membangun dan memiliki pasar. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu melakukan inovasi yang terkait dengan : kecepatan ( teknologi informasi), Efisiensi ( alat), nilai tambah ( teknologi olahan dan kemasan), produktivitas (mass produk dan rekayasa) serta rantai pasok dan delivery ( supply chain system).

Dan yang ketiga membangun karakter positif untuk menjaga relasi dan kepercayaan. Sebagai pengusaha faktor ini adalah mutlak harus dimiliki dan dilakukan.

Baca Juga :  Jadi IP 200,Petani Desa Tarobok Tanam Padi-Jagung

Lebih lanjut dipaparkan doctor yang sering mengaku sebagai petani ini, bahwa di subsektor tanaman pangan dan hortikultura masih dapat diandalkan asal kita mampu melakukan “ Inovasi Loncatan Produktivitas Pangan “. Menurutnya ada 4 pilar revolusi-revolusi yang harus dilakukan.

Pilar yang pertama adalah revolusi lahan. Lahan yang ada sekarang pada umumnya telah rusak dengan kandungan BO kurang dari 3%. Maku harus dipulihkan. Untuk itu dia menawarkan teklogi migo (mikroba google) sebagai alternatif piliham.

Pilar yang kedua adalah revolusi produktivitas, yaitu harus dapat meningkatkan produktivitas secara significan. Misalnya varitas padi temuannya “TG” dapat menhasilkan produktivitas 14,4 – 16,5 ton/ha dengan umur 75 hst, atau vaitas kedelai MR yang mampu menghasilkan produktivitas  4,5 ton/ha dengan umur ..hst

Pilar ketiga adalah revolusi organik. “ Sudah saatnya pertanian organik menjadi nilai tambah dalam meningkatkan daya saing dipasar ” katanya. “ Dengan sermakin tersedianya teklologi organik dan terbangunnya infrastruktur pertanian, maka peluang produk pertanian organik menjadi makin kuat pula posisi tawarnya” tambahnya

Pilar keempat adalah revolusi agrobisnis Indonesia atau Revolusi pasar.  Dengan memiliki produk organik yang berkualitas, serta di kemas dan dipasarkan  secara professional maka pasar akan terbangun positif, dengan pembagian keuntungan yang adil.

Kemudian ilmuwan yang telah banyak menghasilkan hak paten tersebut, menghimbau bahwa harus ada kebersamaan atara pelaku, lembaga pemerintah dan lembaga non pemerintah untuk merubah nasib dinegeri ini.

Faktor kunci yang harus dilakukan adalah : Intervensi Inovasi teknologi, Adaptasi peningkatan kapasitas SDM agar mampu mengelola peluang, Inkubasi Pendampingan.KelembagaanBadan Hukum, Interkoneksi ICTe – commerce terintegrasi IT, IoT, dan Digital serta Skala ekonomi.

Diharapkan dengan pecerahan tersebut dapat menjawab keprihatinan bahwa jumlah petani muda dari waktu ke waktu terus menurun.Data BPS tahun 2019 menunjukkan bahwa jumlah petani muda / millenial usia 20 – 39 tahun,  hanya 8% atau 2,7 juta orang sedang jumlah petani usia 39 – 65 th sejumlah 30,7 juta atau 97,3%.

Baca Juga :  Tanam Dalam Pot, Solusi Manfaatkan Pekarangan Sebagai Sumber Pangan

Webinar ini sangat menarik perhatian, terbukti tidak kurang dari 800  netizen mengikuti acara yang  dipandu oleh Analia Trisna,  Wasekjen Maporina pada tanggal 24 Juni 2024 lalu.

 

Reporter : Djoko W

 

 

 

 

 

tidak boleh di copy ya

error

suka dengan artikel ini