Sinar Tani, Jakarta — Dikeluarkan dari bangku sekolah, Ridho Mahathir memulai petualangan belajar bertani secara mandiri, mengeksplorasi ilmu melalui mesin pencari di genggaman telepon pintarnya.
Terinspirasi dari Tenggarong, Kutai Kartanegara, Ridho Mahathir, seorang petani muda milenial, telah menuliskan cerita inspiratifnya. Dengan omset luar biasa mencapai Rp 60 juta dalam sekali panen, usaha pertanian hortikultura yang digelutinya telah membawanya melewati batas-batas Kalimantan, membuktikan kesuksesannya di kancah luar wilayah tersebut.
Namun, dibalik cemerlangnya pencapaian ini, tersimpan kisah perjuangan yang membangun Ridho Mahathir menjadi petani sukses. Dirinya masih ingat, tahun 2015 adalah tahun tantangan serius bagi dirinya ketika sakit sampai harus dikeluarkan dari Sekolah.
Setelah dikeluarkan dari sekolah, Ridho Mahathir belajar bertani secara autodidak melalui pencarian di telepon pintarnya. Dia bertemu tiga teman, Ardiansyah, Juari, dan Mujianto, yang sering berdiskusi tentang pertanian.
Menginspirasi Ridho, mereka menggarap lahan masing-masing 1 hektare di Desa Bendang Raya, Tenggarong, menanam 150 pohon cabai. Hasilnya, pada panen pertama, cabai dijual dengan harga tinggi, meraih pendapatan hingga Rp 6 juta per hektare, berbekal modal benih dan perawatan minimal.
Mengelola tanaman dengan variasi sesuai siklus tanam dan permintaan pasar, Ridho Mahathir dan rekannya fokus pada hortikultura seperti sawi, tomat, dan cabai. Hasilnya luar biasa, dengan panen mencapai 10 ton dan pendapatan mencapai Rp 60 juta sekali panen.
Keberhasilan ini juga berkat upaya mereka dalam pemasaran hasil panen. Tanaman tersebut dijual di berbagai kota seperti Tenggarong, Samarinda, Balikpapan, Bontang, Banjarmasin, dan Palu di Sulawesi.
Setelah enam tahun berkecimpung dalam dunia pertanian, Ridho Mahathir dapat merasakan manfaatnya. Ia berhasil membangun rumah, membeli dua tanah kaveling di Tenggarong, memiliki lahan pertanian seluas 3 hektare, dan dua sepeda motor. “Bukan bermaksud sombong, tapi ini adalah bukti bahwa sektor pertanian menjanjikan,” ungkapnya.
Bersama rekan-rekannya, Ridho Mahathir mendirikan perkumpulan petani muda di Desa Bendang Raya, Tenggarong. Menurutnya, penting bagi generasi muda untuk mengubah pandangan bahwa pertanian tradisional kurang menguntungkan. “Kini, petani tidak hanya mengandalkan cangkul. Teknologi telah membuatnya lebih modern,” ungkap Ridho Mahathir.
Reporter : NATTASYA
Diakui Apkasindo, Prof. Rachmat Pambudy Jadi Bapak Motivator Petani Sawit
Ai Awang Hayati: Sukses Membawa Kopi Sumedang Mendunia
Eks Bos ASABRI, Wahyu Suparyono, Kini Pimpin Bulog!