Sinar Tani, Malang — Rasa keripik belut yang renyah dan gurih memikat banyak orang untuk menyukai kuliner yang satu ini. Karena itu tidak heran bila keripik belut menjadi pilihan Windawati sebagai produk yang diproduksi.
Keripik belut Kurnia yang diproduksi Windawati bisa dibilang masih seumur jagung. Namun dengan keuletan dan kreasi yang dimiliki, membuat keripik belut yang diproduksi di Sumber Pucung Kabupaten Malang ini terus berkembang.
“Kalau sekarang dibilang omzet, kita baru merintis lagi yang sekian tahun dimasa pandemi penjualan benar-benar merosot 50 persen lebih, untuk sekarang meningkat baik untuk belut segar maupun keripik belut,”kata Windawati.
Meskipun sempat terguncang akibat pandemi Covid-19, usaha keripik belut Windawati tidak lantas berhenti total, saat ini kondisi sudah mulai berangsur pulih sedikit demi sedikit berkat kerjasama yang telah dijalin dengan berbagai toko oleh-oleh di tempat wisata yang ada.
“Awalnya banyak usaha olahan keripik belut, sekarang hanya tersisa beberapa produsen olahan keripik belut, ini akibat dari bahan baku belut yang semakin sulit didapat dan harganya semakin mahal, hal itu mengakibatkan banyak produsen keripik belut yang memilih untuk menutup produksi keripik belut,”imbuhnya.
Windawati menambahkan, untuk belut segar permintaan dari daerah Mataram, sedangkan keripik belut permintaan banyak diminati dari daerah Surabaya, dan Kota Batu.
Harga belut yang ditawarkan bervariasi mulai dari kemasan 100 gram dengan harga Rp 12 ribu, untuk 200 gram Rp 23 ribu, sedangkan apabila harga los/grosir harga antara Rp 95 ribu – Rp 120 ribu.
Doktor HC untuk sang Begawan Perkebunan
Menjabat Menteri ATR, AHY Langsung Diminta Percepat PTSL
Prof. Yonvitner Dikukuhkan Jadi Guru Besar IPB, Paparkan Ancaman Perubahan Iklim di Sumberdaya Pesisir