Sinar Tani, Jakarta — Di tengah tantangan anomali iklim yang semakin ekstrem, Indonesia justru mencatatkan peningkatan produksi beras yang signifikan.
Keberadaan pompa dalam usahatani menurut Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada( UGM), Lilik Sutiarso merupakan sistem mekanisasi terintegrasi dari hulu sampai hilir.
“Oleh karena itu, pompanisasi yang tengah digencarkan oleh Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menjadi faktor pemicu peningkatan produksi di tengah anomali iklim,” sebutnya.
Berdasarkan proyeksi KSA BPS, periode Agustus sampai Oktober 2024 produksi beras nasional mencapai 8.313.578 ton, meningkat 14,9 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2023.
Beberapa kajian yang telah dilakukan oleh kampus terkait evaluasi program mekanisasi pertanian (pengadaan) alat dan mesin pertanian; salah satunya mesin pompa yang sekarang menjadi fokus Kementerian Pertanian menurut Lilik menjadi salah satu peningkatan produktivitas.
“Jadi ya berbarengan juga dengan anomali iklim, ini kan sebetulnya justifikasinya semakin kuat alasan Kementan di dalam pengambilan kebijakan itu (pompanisasi-red) di satu sisi adalah untuk memitigasi anomali iklim khususnya kalau musim kemarau panjang dan sebagainya, kemudian yang kedua adalah produktivitas dan pertimbangan yang lainnya adalah bagaimana meningkatkan efisiensi dan produktivitas lahan,” kata Lilik saat dihubungi melalui saluran telepon, Minggu (25/8/2024).
Namun, Lilik Sutiarso, yang juga menjabat sebagai Ketua Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem mengingatkan bahwa untuk keberlanjutan, pompanisasi ini perlu memperhatikan kondisi fisik wilayah penerima manfaat.
Pasalnya, apabila pompanisasi menggunakan sumber air dalam, menurutnya harus ada kajian terlebih dahulu dengan mempertimbangkan prinsip keseimbangan sumber daya alam yang tidak bisa kita hindari.
“Mungkin dengan pompanisasi dalam periode-periode waktu tertentu, software atau kektersedian air masih bisa kita adakan, tetapi tentunya ini juga tidak akan terus berlanjut. Nah, konsep atau model-model pemikiran seperti itulah yang tentunya harapan kami, Kementerian Pertanian juga bisa mempertimbangkan,” imbuhnya.
Sebagai informasi, merujuk data proyeksi kerangka sampel area (KSA) BPS total produksi beras periode bulan Agustus sampai Oktober 2024 mencapai 8.313.578 ton dengan rincian produksi beras bulan Agustus sebanyak 2.849.615 ton, bulan September 2.872.858 ton, dan bulan Oktober 2.591.105 ton.
Sementara itu, produksi beras pada perode yang sama di tahun 2023 yaitu 7,234,973 ton, dengan rincian produksi beras bulan Agustus sebesar 2.523.942 ton, bulan September sebanyak 2.516.529 ton dan 2.194.502 ton pada bulan Oktober.
Peningkatan produksi dan produktivitas untuk komoditas padi tersebut pernah dialami Lilik Sutiarso saat melakukan pendampingan pompanisasi di Kabupaten Pati tahun 2023.
“Kami pernah tahun 2023 ya kalau nggak salah itu bersama-sama dengan Kementerian Pertanian itu mengembangkan pompanisasi di Kabupaten Blora, dan juga berhasil alhamdulillah menaikkan indeks pertanaman. Waktu itu kami mengambil sumber airnya dari Bengawan Solo. Artinya program pompanisasi itu di banyak tempat, khususnya wilayah-wilayah yang memang saluran irigasinya belum maksimal atau yang biasanya masih sawah-sawah tadah hujan ataupun mungkin dalam satu tahun itu hanya satu kali tanam, itu saya kira sangat-sangat bermanfaat,” pungkasnya.
Selain faktor keseimbangan sumber daya alam, kondisi fisik wilayah masing-masing, yang tidak kalah penting menurut Lilik dalam pengembangan pompanisasi ini adalah peningkatan kapasitas sumber daya manusia pertanian.
Baca juga
Kunjungi Dokter Tani, MAPORINA Jateng Dorong Pertanian Organik Lewat Kolaborasi
Optimalkan Aliran Air, BBWSPJ dan Pemkab Sidrap Gali Saluran Irigasi
Listrik Masuk Sawah, Dukung Ketahanan Pangan Kabupaten Demak