14 Oktober 2024

Sinar Tani

Media Pertanian Terkini

Combine dan Thresher, Andalan Petani Panen Padi

Combine dan Thresher

SINARTANI, Sukoharjo — Saat ini proses memanen padi menjadi lebih mudah dan efisien dengan bantuan Alat Mesin Pertanian (Alsintan). Seperti di sentra-sentra pertanaman padi di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.  Petani tinggal pilih menyewa combine harvester yang biasa disebut kombin, atau menggunakan kelompok thresher, yang didesa disebut treser atau teser.

Setiap musim panen para penyedia jasa panen sibuk melayani permintaan petani untuk memanenkan padi mereka. Menggunakan  jasa panen secara borongan menjadi pilihan petani, semenjak tenaga kerja pertanian didesa berkurang drastis. Sehingga cara panen  tradisional dengan system “derep” atau bagi hasil menjadi mahal.

Jasa Panen Cara “Gepyokan” dahulu dianggap cepat dan efisien, namun gabah yang hilang, tercecer atau terlempar ketika padi digepyok cukup banyak.

Cari ini juga melibatkan tenaga yang relative banyak yaitu 10 sampai 15 orang dengan tugqas 3-4 orang untuk merontokkan gabah atau meng”gepyok” dan lainnya menyabit padi dan mengangkut ketempat gepyokan.

Setelah itu muncul alat perontok gabah manual atau pedal thresher. Alat ini membantu pekerjaan merontok gabah jadi lebih ringan, potendi gabah hilang (loss) juga berkurang.

Belakangan muncul thresher memakai penggerak mesin. Alat ini jauh lebih cepat merontokkan gabah, lebih tertutup sehingga kehilangan gabah juga lebih kecil. Pengoperasian thresher juga lebih ringan, petani terima gabah bersih dalam karung ditepi sawah.

Dan beberapa tahun belakangan muncul combine harvester alat pemanen padi multi guna yang membuat proses panen jauh lebih mudah, efisien dan ekfektif.

Keragaan dan kemampuan mesin ini besar, mulai dari memotong padi, merontok, menampi dan menuang gabah bersih  kedalam karung  bisa dilakukan combine harvester dalam waktu yang singkat,

Alat panen besar yang biasa disebut petani dengan “kombin” ini semula ( sebagian besar ) adalah bantuan pemerintah. Namun karena terbukti efisien dan menguntungkan, sekarang banyak kelompok tani atau pengusaha yang memiliki dan menjadikan sebagai UPJA (Usaha Jasa Pelayanan Alsintan).

Baca Juga :  UPT BPTP Sulsel Bantu Petani Dengan Pestisida Nabati

Combine atau thresher?

Desa Combongan, kecamatan Sukoharjo, kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, akhir Septermber 2022 ini sedang panen raya padi musim tanam ke dua.

Ada 4 combine yang bekerja melayani panen petani yang didatangkan dari luar desa, seperti Sukoharjo dan Klaten. Namun ada pula beberapa Kelompok Treser yang dipercaya untuk bekerja memanenkan padi milik petani disana.

Seorang peluncur combine, Sumino ketika ditemui disela-sela pekerjaannya mengatakan bahwa, untuk mengerjakan panen sepatok sawah di Combongan, dengan luas 7.500 m²  satu unit combine hanya perlu waktu 2- 2,5 jam.

“Sebuah combine biasanya memerlukan  3 orang operator, seorang sebagai pengemudi dan 2 orang lain menampung gabah dalam karung serta menjahit. Untuk jasa tersebut   petani dikenakan biaya Rp 1.400.000,- . terima gabah bersih dalam karung ditepi sawah,” tambahnya.

Menurut Sumino, kecepatan combine bekerja sangat tergantung pada beberapa faktor, mulai dari kondisi combine, dan kondisi lumpur sawah.

“Bila kondisi lumpur sawah dalam, maka dapat mengakibatkan combine terjebak atau merusak laher-laher karena medan terlalu berat,” ujarnya.

Sedangkan untuk penggunaan jasa Kelompok Treser, sepatok sawah seluas 7.500 m² , petani dikenakan biaya Rp 2.200.000,-. Dengan pengerjaan kurang lebih 7-8 jam, petani akan menerima gabah bersih dalam karung ditepi sawah.

Mutu gabah yang dihasilkan dari combine dan treser ternyata juga berbeda. Pedagang akan menghargai gabah eks combine Rp 5.700 per kg sedang eks treser Rp 5.500 per kg

Bukan hanya itu, perolehan gabah pada saat menggunakaan combine maupun trease juga berbeda. Dari pengalaman petani dengan ilmu “titen” atau mengamati, dalam kondisi yang sama gabah yang diperoleh dari penggunaan combine lebih banyak dibanding dari penggunaan treser.

Baca Juga :  Bulog Bagi-bagi Corn Seller ke Petani Lampung

Dari perbandingan efisiensi waktu, perolehan hasil dan mutu gabah jelas dalam perhitungan penggunaan treser kalah jauh dengan penggunaan combine.

Walaupun kalah jauh dari combine, ternyata di lapangan masih ada petani yang mempercayakan panennya kepada kelompok treser. Hal tersebut bukan tanpa alas an.

Menurut petani, penggunaan combine meninggalkan bekas roda rantai cukup dalam, sehingga untuk memulihkan pada pertanaman berikut agak sulit.

Alasan lain ialah dengan menggunakan treser, petani masih dapat berbagi rejeki dengan para “pengasak” gabah. Para pengasak ini, yang biasanya adalah keluarga-keluarga petani penggarap yang tidak memiliki sawah sendiri, mendatangi  sawah bekas dipanen dengan treser.

Disana  mereka  masih punya kesempatan untuk mencermati dan memungut sisa-sisa malai yang tertinggal. Lalu mereka juga  menggilas ulang sisa malai yang telah selesai di treser. Dari pekerjaan itu  para pengasak dapat mengutip beberapa kilo gabah untuk dibawa pulang.

Sudarno, Penyuluh pertanian di kabupaten Klaten, yang juga membina kelompok UPJA (Usaha Jasa Pelayanan Alsintan) diwilayahnya, memberi solusi. Bahwa disawah berlumpur tebal, penggunaan combine harvester harus dipasangkan dengan traktor roda empat.

“Pengunaan tractor roda dua (hand tractor) apalagi bajak hewan, untuk pengolahan tanah pada sawah bekas combine akan terasa berat. Tetapi dengan menggunakan tractor roda empat, bekas roda combine tersebut akan diselesaikan dengan mudah.,” ungkapnya. \

Kabupaten Sukoharjo adalah salah satu kabupaten penghasil beras kualitas premium besar di daerah Surakarta, disamping kabupaten Klaten, kabupaten Sragen.dan kabupaten Karanganyar.

Pada tahun 2020 tercatat luas panen kabupaten Sukoharjo mencapai 45.227.760 Ha , rata-rata produksi 68,71 ku /Ha hingga menghasilkan  total produksi padi 310.778, 150 ton (BPS Jawa Tengah).

Kecamatan-kecamatan dengan luas pertanaman padi lebih dari 6.000 ha adalah kecamatan Sukoharjo, Nguter, Bendosari, Polokarto dan Mojolaban. Sedang kecamatan Weru, Bulu, Tawangsari, Grogol, Baki, Gatak dan Kartasura luas pertanaman padi antara 1000 – 4.000 ha (BPS Sukoharjo). Djoko W

tidak boleh di copy ya

error

suka dengan artikel ini