3 November 2024

Sinar Tani

Media Pertanian Terkini

Sekjen Asbenindo: Bisnis Benih, Bisnis Kepercayaan

Sinar Tani, Jakarta—Industri benih pertanian merupakan bisnis kepercayaan. Karena itu, industri tidak akan main-main dalam memproduksi benih. Namun di sisi lain, pemain benih di dalam negeri menghadapi tantangan yang tak ringan, khususnya dalam kebijakan pemerintah.

Lahirnya Undang-undang Cipta Kerja ternyata belum memberikan angin segar bagi dunia industri, terutama yang bergerak dalam perbenihan pertanian. Padahal kalangan industri berharap lahir UU ‘sapu jagat’ tersebut bisa membuat perubahan dalam regulasi, sehingga bisa lebih sederhana. Namun fakta di lapanga, industri berbenihan tetap mengalami kesulitan.

“UU Cipta Kerja secara ruh sudah bagus, untuk mempermudah bisnis dan investasi bagi swasta. Tapi dari kaca mata industri benih dalam UU Cipta Kerja itu tidak sederhana. Karena itu kami berharap bagaimana regulasi lebih sederhana dan kondusif sesuai amanah UU Cipta Kerja,” kata Sekjen Asosiasi Benih Indonesia (Asbenindo), Nana Laksa Ranu.

Saat webinar Membangun Sistem dan Regulasi Perbenihan untuk Pertanian Indonesia yang diselenggarakan Tabloid Sinar Tani, Rabu (12/6), Nana menilai, kehadiran industri benih, baik PMA dan PMDN tidak bisa saling dibandingkan, tapi justru saling melengkapi. Pasalnya, kehadiran mereka bertujuan untuk menghasilkan benih berkualitas.

“Benih adalah bisnis kepercayaan. Karena itu industri benih tidak akan main-main, seperti membuat benih palsu. Kalau sudah tidak dipercaya konsumen, industri pasti babak belur,” katanya. Bahkan bagi Industri benih, orientasi efisiensi produksi dan distribusi mempunyai arti penting, disamping keunggulan dan kualitas benih agar bisnis perbenihan terus berkembang dan menguntungkan.

BACA JUGA: Meramu Kembali Sistem dan Regulasi Perbenihan

Namun di sisi lain, Nana melihat justru ada kebijakan pemerintah yang menghambat. Misalnya, dalam distribusi, benih harusdiuji terlebih dahulu di tempat asal dan tujuan oleh pihak karantina dan Balai Pengujian Sumber benih (BPSN). Padahal sebelum dilepas, benih tersebut oleh industri pasti akan dilakukan pengujian terlebih dahulu.

Baca Juga :  Desa Bansari Maju dengan Penerapan Smart Farming Petani

“Apa perlu dua kali, karena akan menambah waktu dan biaya. Apalagi produsen benih akan selalu memegang teguh keunggulan dan kualitas benih. Karena itulah industri benih adalah industri kepercayaan, mereka tidak akan main-main. Justifikasi bagi industri benih; tidak unggul maka tidak ada pasar,” tuturnya.

Nana mengungkapkan, pekerjaan rumah lainnya di dunia perbenihan adalah masalah teknologi.  Indonesia saat ini membutuhkan teknologi perbenihan sebagai solusi mengantisipasi masalah pangan dan tuntutan persaingan global. Namun industri benih dalam negeri, khususnya padi masih cenderung menggunakan teknologi inbrida.

“Kita juga masih abu-abu mendorong padi hibrida, meski pelaku perbenihan sudah menguji padi hibrida,” ungkapnya. Padahal lanjut Nana, di luar negeri teknologi perbenihan bukan hanya hibrida, tapi sudah mulai dengan gen editing. Benih juga merupakan pembawa teknologi (potensi genetik) dan keunggulan varietas merupakan selling point bagi pemasaran.

Karena itu menurut Nana, jika ingin sistem perbenihan efektif, maka harus memastikan ketersediaan benih varietas unggul berkelanjutan. Bagaimana kita memastikan ketersediaan benih itu? Hal ini yang Nana nilai menjadi kendala baru dengann pindah peneliti di Badan Litbang Pertanian ke BRIN.

“Saya mengusulkan bagaimana benih sumber itu bisa kontinue. Saran saya sebaiknya balai yang sebelumnya di bawah Badan Litbang menjadi bagian Direktorat Jenderal yang menyediakan benih. Ini agar kita tidak kesulitan untuk mendapatkan sumber benih,” tuturnya.

Peraturan mengenai perbenihan saat ini sudah cukup banyak? Bagaimana dengan industri benihnya? Baca halaman selanjutnya.

 

Reporter : Julian

tidak boleh di copy ya

error

suka dengan artikel ini