SINARTANI.CO.ID, BOGOR —- Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Bogor (DKPP) berencana memfasilitasi nilai tambah sampah organik yang dihasilkan pasar-pasar Kota Bogor. Salah satunya diolah menjadi pupuk organik bagi Kelompok Tani (Poktan) dan bahan baku produksi maggot dari bank sampah yang ada di Kota Bogor.
“Bahan bahan organik banyak yang jadi limbah terutama bekas sayuran di pasar, nyatanya bisa diolah menjadi pupuk organik. Bisa disebar ke kelompok Tani bisa untuk maggot maupun diolah menjadi pupuk organik,” sebut Kepala DKPP Kota Bogor, Anas S. Rasmana saat audiensi ketersediaan limbah organik untuk Poktan dan Bank Sampah yang dilakukan DKPP Kota Bogor bersama Poktan/Kelompok Wanita Tani (KWT) dan Bank Sampah di Kota Bogor, Selasa (15/11).
Anas menambahkan, DKPP Kota Bogor memfasilitasi keduanya agar food waste dan sampah organik dari sampah pasar untuk bisa digunakan.dalam menyiasati semakin mahalnya harga pupuk sekaligus bahan baku tak terhingga untuk produksi maggot. “Saya mendorong dan memfasilitasi agar bisa dimanfaatkan sampah organik ini,” tuturnya.
Menindaklanjuti audiensi ini, Anas menambahkan pihaknya akan membuat tim untuk merealisasikannya. Bahkan di tahun 2023 mendatang, akan dipersiapkan anggaran khusus untuk bekerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup Kota Bogor untuk merealisasikan ini. “Sehingga, Sampah terkendali, maggot berproduksi dan pupuk organik tercipta,” tukasnya.
Upaya ini disambut baik oleh Direktur Operasional Perusahaan Umum Daerah Pasar Pakuan Jaya Kota Bogor, Deni Ari Wibowo yang hadir dalam audiensi ini. Menurutnya, kolaborasi ini menjadi upaya untuk menyelesaikan permasalahan sampah organik di Kota Bogor, khususnya di pasar-pasar yang diorganisir oleh Perumda Pasar Pakuan Jaya. “Sampah sampai sekarang masih jadi permasalahan di Kota Bogor. Pembuangannya sendiri jauh di wilayah Kabupaten Bogor (TPA Galuga). Pengangkutan sampah dari pasar sendiri hingga sekarang masih terkendala dalam hal transportasi dan waktu pengangkutan yang terlambat (delay). Sehingga menimbulkan penumpukan sampah organik yang sangat besar di Pasar Bogor maupun Pasar TU Kayu Manis,” sebutnya.
Pemanfaatan sampah organik untuk dijadikan maggot selama ini memang sudah dilakukan oleh Perumbda Pasar Pakuan Jaya sebagai pengelola Pasar Bogor. Sayangnya, volume sampah organik yang dihasilkan sekitar 9 ton per hari, masih jauh lebih besar daripada kapasitas pengolahan maggot yang mampu dihasilkan Pasar Bogor.
Asmen K3 Bidang Kebersihan, Nurfauzi menyampaikan, kendala dalam memilah antara sampah organik dan non-organik yang belum dipilah oleh pembuang sampah. Pasalnya, tempat penampungan sampah di pasar tradisional tidak hanya menampung sampah dari pasar, tapi juga dari warga sekitar dan yang lainnya. “Mereka belum memilah sampah sebelum dibuang ke TPS. Hal itu menjadi kendala tersendiri bagi Perumda untuk melakukan formulasi maggot. Ini yang menjadi kendala bagi kita, sehingga kita kesulitan untuk memboomingkan program mengurai sampah dengan maggot,” ungkap dia.
Penggiat Maggot Kota Bogor, Bibin Sarbini menambahkan pengolahan sampah organik sebenarnya sangat menguntungkan karena bisa diolah menjadi maggot, eco enzym, dan pupuk organik. “Sehinga kalau saya lihat truk sampah angkut sampah organik pasar, duh sayang sekali itu duit semua bisa didapatkan,” kelakarnya.
Karena itu, dirinya sangat mendukung DKPP Kota Bogor untuk memfasilitasi distribusi sampah organik pasar untuk diolah lanjut oleh penggiat maggot maupun pengolah pupuk organik agar bisa dimanfaatkan oleh mereka. Agar permasalahan sampah organik di Kota Bogor bisa tuntas. “Sesuai dengan impian bahwa Kota Bogor Zero Waste 2025,” tuturnya.
Dukungan serupa juga diungkapkan oleh penggiat sampah Siliwangi dan kerjasama dengan Poktan Mulya Tani, Dadang. “Meskipun penggiat lingkungan kami juga ingin tingkatkan produk maggot. Pasar maggot ini sangat besar dan memang membutuhkan pasokan kontinu dari sampah organik. Catatan saya, peternakan ayam petelur butuh 200 kg per hari untuk maggot kering dari wilayah Parung sampai Gunung Putri..Maggot ini menjadi pakan alternatif penghemat biaya,” sebutnya.
Namun Dadang dan penggiat maggot lainnya sepakat agar DKPP mengitung secara cermat ongkos distribusi dari Pasar Kota Bogor menuju lokasi Poktan maupun Bank Sampah yang akan didistribusikan. Agar tidak memberatkan ongkos produksi maggot yang selama ini dikeluarkan. “Kalau produksi maggotnya lebih mahal daripada pakan pabrik, yang ada peternak ikan juga enggak mau beli lagi,” sebutnya.
Indonesia Pamerkan Inovasi Pertanian di JIRCAS 2024, Fokus pada Padi dan Biomassa
“Wakil Menteri Pertanian Resmikan Pengembangan Ekosistem Biomassa, Transformasi Pertanian Dimulai!”
Mentan Amran Ungkap Potensi Hemat Rp 1.400 Triliun dari Program P2L