15 Oktober 2024

Sinar Tani

Media Pertanian Terkini

Hadapi Perubahan Iklim, PSL IPB Ajak Masyarakat Tingkatkan Ketahanan Pangan

Sinar Tani, Bogor — Forum Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (ECOLOGICA PSL IPB), Himpunan Alumni (HA) PSL IPB bersama Kementerian Pertanian mendorong Ketahanan Pangan berbasis komunitas antisipasi ancaman krisis global.

“Sektor pertanian memiliki kontribusi besar terhadap perubahan iklim yang diakibatkan oleh efek gas rumah kaca. Adapun faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah penggunaan pupuk kimia dan pupuk yang belum terfermentasi sempurna,” ujar

Ketua Umum Ecologica PSL IPB, Mohamad Jakaria dalam BTS Propaktani yang sekaligus Seminar Nasional dan Rapat Kerja HA PSL IPB.

Acara Seminar Nasional dan Rapat Kerja HA PSL tersebut membahas peran pertanian terhadap ketahanan pangan dan ketahanan iklim serta solusi-solusi dalam mengatasi perubahan iklim. Acara ini juga di dukung penuh PT Pupuk Indonesia.

Ketua Prodi PSL IPB, Prof. Hadi Susilo Arifin, MS mengatakan kegiatan Seminar Nasional dan Rapat Kerja ini merupakan momentum yang baik. PSL ini merupakan prodi besar dengan kualitas alumni yang hebat dan para mahasiswa dapat belajar langsung dengan seniornya yang terhimpun dalam HA PSL IPB.

Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Dr. Ir. Suwandi, M.Si yang turut hadir dalam acara tersebut, menyampaikan bahwa saat ini sudah banyak penggunaan produk pertanian yang ramah lingkungan. Kemudian banyak produk limbah produksi yang dikembalikan ke alam hingga dapat dijadikan energi dengan menggunakan prinsip 3R, yaitu reduce, recycle, reuse.

“Disarankan untuk membentuk badan usaha pertanian kampus. Kita perluas jangkauannya dari sabang hingga merauke. Kita ajarkan bagaimana menghasilkan produk pertanian yang sehat. Kita membangun pertanian tidak hanya melihat motif dari segi ekonominya saja, tapi juga lingkungan dan sosialnya untuk pertanian yang keberlanjutan,” ujar Dr. Ir. Suwandi, M.Si.

Selain itu, Dr. Ir. Suwandi, M.Si. menjelaskan dengan memperbaiki aspek sosial dan ekonomi, akan terjadi kepaduan dari masing-masing aspek sehingga nilai keberlanjutan itu merupakan resultant dari perbaikan aspek-aspek tersebut.

“Sebagai contoh dilapangan, kita sudah cukup lama mengenal biosaka yang bisa digunakan di berbagai daerah. Biosaka berasal dari rumput yang dianggap gulma, tapi ternyata bisa menjadi sahabat petani.” Ungkapnya

Suwandi menambahkan hasil penggunaan biosaka ini sangat baik. Rumput yang diramu menjadi biosaka ini bukan pupuk atau makanan tanaman, juga bukan pestisida, tapi merupakan elisitor yaitu bahan-bahan yang bermanfaat untuk memberi sinyal pada tanaman sehingga bisa merangsang pertumbuhan tanaman.

“Kita uji lab kandungan hormone pada biosaka ini dan hasilnya semuanya bagus. Kandungan fungi, spora dan sejenisnya juga tinggi. Begitupun kandungan bakterinya semua tinggi,” jelasnya.

Suwandi menekankan wujud tanah nusantara sebagai land of harmony. Harmoni dalam ilmu ekologi bukan hanya lahannya tapi juga manusia dan lingkungannya sehingga seluruh tanaman yang ditanam di Indonesia akan menghasilkan produk yang sehat untuk dikonsumsi dan ke depannya diharapkan Indonesia menjadi lumbung pangan dunia,

Sementara itu Ketua P4S SWEN Inovasi Mandiri Dr. Sri Wahyuni, S.E., M.P menyampaikan bahwa dukungan mandiri pangan ini untuk usaha integrated farming, terdiri dari beberapa unit usaha, tapi utamanya mengenai efisiensi pemanfataan input dan output hasil pertanian.

Hasil buangan dari suatu usaha dijadikan usaha lain. Itulah yang disebut dari alam kembali ke alam. Dengan adanya pemanfataan pekarangan rumah, dapat mendukung ketahanan pangan.

Pertanian terpadu menjadi solusi untuk menjaga keamanan pangan, energi, menyediakan udara yang bersih, dan menciptakan lingkungan hidup yang nyaman.

“Luas lahan yang dibutuhkan untuk pertanian terpadu ini minimal 500 meter sudah bisa ditanami. Di Ciomas ini dengan lahan 1500 meter bisa ditanami dengan berbagai tanaman. Hampir 70 jenis tanaman ada di lahan tersebut. Kita harus bisa mengatur dari biogasnya hingga tanaman lain dan semua produk input outputnya digunakan kembali, tidak ada yang dibuang,” jelas Sri Wahyuni.

Sri Wahyuni menambahkan sebanyak 70% kebutuhan pangan bisa terpenuhi oleh hasil tanaman yang ditanam di pekarangan tersebut. Mungkin hanya perlu untuk membeli beras saja. Namun kebutuhan pangan lain bisa didapatkan dari pekarangan kita sendiri.

Sebagai penggagas biosaka, M. Anshar, menjelaskan penggunaan biosaka sudah menghasilkan dampak yang sangat signifikan dalam peningkatan produksi pangan. Banyak penelitian yang mengatakan bahwa lahan pertanian di Indonesia adalah lahan yang kritis. Dengan penggunaan biosaka ini bisa membantu mengembalikan kesehatan tanah.

Menurutnya, perlu dicermati bahwa semua tanaman membutuhkan unsur hara, makro dan mikro. Yang paling utama adalah unsur NPK. Namun tanaman liar yang ada di pinggir jalan bisa tumbuh subur dan tidak nampak tanaman tersebut kekurangan unsur-unsur tersebut.

Tanaman liar mampu mencukupi kebutuhannya meskipun tanpa pupuk. Oleh karena itu, biosaka menggunakan bahan dari jenis rumput yang sehat dan tidak mengandung hama.

“Tanaman budidaya yang diberi perlakuan biosaka dapat tumbuh dengan baik meskipun dilakukan pengurangan pupuk. Kemudian tanaman tersebut mampu tumbuh dengan baik meskipun tanaman liar tidak dibersihkan. Biosaka ini tidak terjual di toko manapun, karena para petani bisa membuat ramuan ini sendiri dengan menggunakan bahan yang ada di sekitar,” jelas M. Anshar.

Reporter : Suroyo

tidak boleh di copy ya

error

suka dengan artikel ini