Sinar Tani, Cilacap — Di tengah hamparan sawah subur Desa Adimulya, Kecamatan Wanareja, Kabupaten Cilacap, nama Mudzakir dikenal sebagai sosok yang gigih memperjuangkan pertanian organik. Bukan sekadar petani, ia adalah pelopor perubahan, mengajak para petani beralih dari penggunaan pupuk kimia yang merusak alam ke metode pertanian organik yang lebih ramah lingkungan.
Perjalanan Mudzakir dimulai sejak ia menyadari dampak buruk pupuk kimia terhadap tanah sawah. “Lingkungan alam ini sudah mulai rusak akibat pupuk kimia,” ujar Mudzakir, yang sejak 2006 bertekad menyelamatkan alam dengan pupuk organik.
Pria kelahiran 6 Mei 1952 ini menyakini langkahnya sebagai ibadah, landasan yang mendorongnya tak hanya untuk bertani tetapi juga mengajak petani lain di sekitar Cilacap melakukan hal serupa.
Alumni SPBMA Perkebunan Jogjakarta ini memulai langkah peduli lingkungan di akhir masa jabatannya di Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Cilacap. Menjelang pensiun pada 2008, ia mulai memproduksi pupuk organik padat dari kotoran hewan dan pupuk organik cair (POC).
Awalnya, pupuk tersebut hanya digunakan di lahan keluarga. Namun, lambat laun, semakin banyak petani yang tertarik, melihat hasil padi yang lebih sehat dan tanah yang lebih subur.
Pada 2008, Dinas Pertanian Cilacap mendukungnya untuk membentuk Kelompok Tani Lestari Organik, yang kini membina lima kelompok tani (Poktan) dengan lebih dari 300 petani anggota, yakni Lestari, Sarat Mulya, Kisma Jaya, Dasa Mulya, dan Makmur.
Dengan dukungan kelompok tani ini, penggunaan pupuk organik terus dikembangkan. “Saya memberi contoh kepada petani dengan menggunakan pupuk organik padat terutama POC sampai sekarang,” katanya.
Namun, perjuangan Mudzakir tidak selalu mulus. Banyak petani penggarap yang masih bergantung pada pemilik lahan yang mengharapkan hasil cepat dengan pupuk kimia. Metode organik yang tidak menggunakan herbisida mengharuskan penyiangan manual, yang dianggap berat oleh sebagian petani.
Meski begitu, Mudzakir yakin bahwa pertanian organik adalah jalan terbaik untuk masa depan. “Insya Allah dengan langkah pertanian organik, kita akan mendapatkan pahala,” ujarnya penuh keyakinan.
Tidak hanya berhenti di sawah, Mudzakir juga menggerakkan warga untuk memanfaatkan sampah dapur dan pekarangan sebagai bahan kompos. Bersama Aisyiyah Wanareja, ia menggelar pelatihan pembuatan kompos yang telah berlangsung tiga kali.
Langkah berikutnya, Mudzakir berencana berkolaborasi dengan Jamaah Tani Muhammadiyah (Jatam) agar kesadaran lingkungan ini bisa menyebar lebih luas lagi.
Sebagai bentuk dedikasinya, pada tahun 2015, Mudzakir mendirikan Pusat Pelatihan Pertanian Perdesaan Swadaya (P4S) Lestari. Di pusat pelatihan ini, para petani bisa belajar praktik pertanian organik, mulai dari teknik pembuatan pupuk hingga strategi pemeliharaan tanaman tanpa bahan kimia.
Atas pengabdiannya, Mudzakir dianugerahi penghargaan Kalpataru pada tahun 2013 oleh Gubernur Jawa Tengah saat itu, Bibit Waluyo. Penghargaan ini menjadi pengakuan atas peran besar Mudzakir sebagai perintis lingkungan hidup, pembina petani, dan penyelamat alam yang bertekad kuat membawa perubahan di Kabupaten Cilacap.
Kini, di usia senjanya, Mudzakir terus bermimpi agar sawah-sawah Cilacap menghasilkan padi yang sehat dan aman dikonsumsi masyarakat. Harapannya sederhana namun besar: pertanian yang sehat, alam yang lestari, dan generasi petani yang peduli lingkungan.
Reporter : Wasis
Ulang Tahun EEN ke-5, Gerakan Cinta Lingkungan di Kabupaten Semarang
Indonesia Pamerkan Inovasi Pertanian di JIRCAS 2024, Fokus pada Padi dan Biomassa
“Wakil Menteri Pertanian Resmikan Pengembangan Ekosistem Biomassa, Transformasi Pertanian Dimulai!”