Sinar Tani, Jakarta— Data selama ini menjadi polemik dalam menghitung produksi beras. Kementerian Pertanian telah memperkenalkan metode Siscrop dalam menghitung standing crop dan produksi padi nasional.
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL) menilai penting data yang akurat, karena akan mempengaruhi, bahkan menjadi pondasi keberhasilan sebuah kebijakan, sehingga data yang ada harus akurat. Dengan demikian dalam membuat kebijakan akan logis sesuai dengan fakta yang ada.
Untuk itu ia meminta agar tidak ada yang merekayasa data. “Kalau ada yang mengakrobatikkan data dan ditambah, itu namanya kita bunuh diri. Jadi data tidak boleh direkayasa. Kalau ada yang lebihi data, bodohi kita. Jangan main-mainkan data. Kalau memang gagal, kita harus bilang gagal. Apalagi soal beras, ” kata SYL saat berkunjung ke BSIP, Pasar Minggu, Jakarta, Selasa (31/2).
SYL mengatakan, metode siscrop yang saat ini dikembangkan BSIP ternyata lebih efektif, efisien, ril time, bahkan murah. Sehingga dalam menganalisa data juga akan lebih mudah. Bahkan data bisa tercatat hingga kecamatan.
Kelebihan lain menhitung data secara digital (Siscrop) menurut SYL adalah bisa terlihat potret data lahan sebenarnya. Misalnya, data tanaman yang masih tahap vegetitf 1, vegetatif 2 dan 3, termasuk lahan yang siap panen atau sedang bera (tidak ditanami petani).
“Jadi lebih efektif, efisien, setiap waktu bisa dibuka dan lebih mudah menganalisanya. Misalnya untuk melihat wilayah yang sudah kuningan atau siap panen, hijau masih tanam atau merah,” ujarnya. Dengan data hasil Siscrop, SYL menambahkan, pihaknya sudah bisa menggabungkan dengan kondisi ril di lapangan.
Dari data Siscrop saat ini kondisi pertanaman padi, baik luas tanam panen menunjukkan sangat baik. Jika melihat perbandingan data KSA dari BPS dan Siscrop terlihat hampir sama. Misalnya tahun 2022, data KSA BPS menujukkan luas panen mencapai 10,54 juta hektar (ha), produksi padi 55,36 juta ton gabah kering giling (GKG) atau setar 31,90 juta ton beras. Hasil Siscrop luas panen sebanayk 10,74 juta ha, produksi 65,39 juta ton GKG atau 37,67 juta ton beras.
Sementara data KSA tahun 2023, luas panen sampai Mei sekitar 3,48 juta ha, produksi 18,48 juta ton GKG atau 10,64 juta ton beras. Sedangkan hasil Siscrop, luas panen 4,42 juta ha dengan produksi 25,52 juta ton GKG atau 14,70 juta ton beras. “Hasil cek digital, kondisi standing crop kondisi lahan dengan resolusi 10 x. 10 meter, data luas tanam dan panen menunjukkan hampir sama dengan BPS,” katanya.
Kepala Badan Standarisasi dan Instrumen Pertanian (BSIP), Fadjri Jufry mengatakan, pemanfaatan Siscrop dalam monitoring standing crop dan produksi padi ini sudah disepakati berbagai pihak. Pihaknya sudah melakukan pertemuan dengan BPS dan pengamat pertanian, Bustanul Arifin, serta Dinas Pertanian.
“Kami sudah sepakat hasil Siscrop ini sebagai dasar kebijaksanaan negara dalam menentukan produksi beras nasional. Kami saat ini akan menyiapkan secara detail apa yang diperlukan BPS,” katanya.
Siscrop ini menurutnya, telah menggunakan citra satelit memberikan informasi mengenai cakupan luas tanam, multi spasial, multi waktu, multi sensor dan multi spektral. Dengan menggunakan radar, tiap wilayah akan termonitor perkembangannya tiap 10 hari sekali. Namun pihaknya menetapkan potret wilayah per 15 hari untuk seluruh Indonesia.
”Dengan cara ini kita akan bisa memprediksi produktivitas tanaman padi lebih akurat. Bahkan kita bisa pantau perkembangan tanaman padi tiap bulan. Bahkan dengan Siscrop hampir 100 persen populasi bisa diketahui,” ujarnya.
Hal ini menurut Fajri, berbeda dengan KSA BPS yang hanya menampilkan kondisi luas panen dan produksi. Namun demikian, Kementerian Pertanian tetap akan menjadikan KSA BPS sebagai acuan juga untuk melihat kondisi lapangan.
Reporter : julian
Baca juga
TRST01 Transformasikan Perkebunan Karet, Ciptakan Masa Depan Berkelanjutan
Permudah Perlindungan Varietas, Apply PVT Siap 1 Januari 2025
Hadirkan TANI SMART, Pemkab Luwu Timur Dorong Inovasi Budidaya Cabai Berbasis Teknologi