Sinar Tani, Jakarta – Dalam dunia pertanian, kehadiran hama tikus bisa menjadi ancaman serius bagi hasil panen. Namun, di balik keindahan burung hantu yang tampak lucu ini, ada seorang pemburu ulung yang siap melawan musuh tersebut.
Meskipun penampilannya yang tampak menggemaskan dengan bentuk wajah menyerupai hati, **Tyto alba**—atau yang dikenal sebagai burung hantu—adalah predator alami yang sangat efektif. Sebagai penjaga sawah petani, burung hantu ini memiliki kemampuan mendengar hingga 500 meter, yang memungkinkannya untuk menangkap lebih dari lima tikus per hari. Berdasarkan literatur dan riset, sekitar 90 hingga 95% makanan utama Tyto alba adalah tikus. Meskipun mereka mungkin tampak kenyang, burung hantu ini tetap aktif memburu tikus secara konsisten.
Dengan reputasinya yang sudah terbukti dalam mengatasi serangan hama, Tyto alba sangat berperan penting dalam menjaga kesehatan tanaman. Burung Serak Jawa (Tyto alba), yang lebih dikenal dengan nama umum “burung hantu,” memiliki perilaku nokturnal yang aktif di malam hari. Suara khas yang dikeluarkannya saat terbang seringkali membuatnya dikenal sebagai burung hantu di kalangan masyarakat.
Tyto alba memiliki penyebaran yang luas di hampir semua benua, kecuali Antartika. **Serak Jawa (Tyto alba)** memiliki tubuh yang relatif besar, dengan panjang antara 32 hingga 40 cm. Ciri khasnya meliputi bulu putih yang dipadu dengan coklat muda di sayap dan puncak kepala. Wajahnya memiliki bentuk hati, sementara kakinya panjang dan dilengkapi dengan cakar yang kuat. Paruhnya berwarna putih kekuningan dan melengkung ke bawah.
Kelebihan Serak Jawa dalam mendeteksi mangsa terdapat pada indra pendengarannya yang sensitif. Suara gesekan yang ditimbulkan oleh tikus dengan tanaman disekitarnya cukup bagi Serak Jawa untuk menentukan lokasi dan segera menyambar buruannya. Serak Jawa umumnya tidak membuat sarangnya sendiri, melainkan memilih untuk bersarang di gedung atau lubang pohon yang besar, sehingga mereka rentan terhadap serangan pemburu. Selain itu, jalan raya—terutama yang memiliki jalur ganda—merupakan salah satu penyebab utama kematian Serak Jawa. Hal ini terjadi karena burung ini sering tertabrak kendaraan saat terbang rendah di dekat jalan raya, terutama saat berburu.
Karenanya, pembuatan rubuha di lapangan juga bertujuan untuk memudahkan Serak Jawa berburu tikus di lahan perkebunan, dan memudahkan dalam proses pengawasan populasi Serak Jawa. Di sisi lain, Serak Jawa juga dikenal sebagai predator bagi burung walet. Oleh karena itu, pemanfaatan burung ini perlu dilakukan dengan bijak untuk menghindari kerugian bagi pihak lain yang mungkin terdampak.
Reporter : Natassya
Baca juga
Mubes Alishter, Mulyadi Benteng Kembali Terpilih Jadi Nahkoda
Ramah Lingkungan, Obat Hama Teknologi Korea Siap Wujudkan Swasembada
Teknologi Pompa Tenaga Surya, Bantu Petani NTT Atasi Krisis Air