Sinar Tani, Jakarta—Penggilingan padi skala kecil yang tersebar di seluruh Indonesia menjadi potensi bagi pemerintah dalam pengadaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Karena itu, sinergi dengan penggilingan padi merupakan langkah tepat dalam optimalisasi cadangan beras pemerintah.
“Bagaimana pemerintah bisa melakukan upaya agar ketersediaan pangan ini berkelanjutan, tentunya keberpihakan tidak boleh lepas dari petani kecil dan penggilingan padi kecil yang jumlahnya 95?ri ribuan penggilingan padi di Indonesia,” kata Ketua Umum Perhimpunan Penggilingan Padi dan Pedagang Beras Indonesia (Perpadi), Sutarto Alimoeso.
Untuk itu mantan Dirut Perum Bulog ini berharap petani dan penggilingan kecil perlu mendapat perhatian dan perlindungan pemerintah secara berkelanjutan. Penggilingan padi kecil di pedesaan pada dasarnya mampu menjadi aggregator dalam korporatisasi petani guna tercapainya ekosistem perberasan yang berkelanjutan.
Baca Juga: Genjot CBP Kepala Bapanas Surati Bulog
Karena itu perlu dilakukan revitalisasi/moderenisasi penggilingan padi kecil yang sudah ada dengan memberikan permodalan melalui kredit yang mudah dan murah (bersubsidi) dengan jumlah yang memadai. Untuk optimalisasi CBP, Sutarto berharap pemerintah membangun cluster gabungan kelompok tani yang didorong untuk menjadi koroporasi bekerjasama dengan penggilingan padi setempat.
“Keberpihakan terhadap yang lemah juga perlu mendapat perhatian nyata. Untuk itu sinergi dengan penggilingan padi kecil yang tersebar di pedesaan dalam pengadaan cadangan beras pemerintah merupakan strategi yang tepat,” tegasnya.
Sutarto mengakui, stok beras nasional memang harus didukung penuh oleh produksi dalam negeri. Jika produksi kurang, maka baru impor. “Stok pemerintah diperlukan untuk mengisi kekurangan supply pada saat panen lebih kecil dari kebutuhan stabilisasi harga beras. Akhir tahun ini ada 8 juta ton. Itu sebenarnya masih cukup aman untuk 3 bulan kedepan,” ujarnya.
Sutarto melihat, surplus beras tahun ini terbilang kecil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2018 surplus produksi sebesar 4,37 juta ton, kemudian tahun 2019 sekitar 2,38 juta ton, lalu tahun 2020 sebesar 2,13 juta dan tahun 2021 hanya 1,3 juta ton dan tahun 2022 sebanyak 1,7 juta ton. “Tidak semua propinsi surplus, hanya beberapa saja. Jadi tidak semua bisa menyediakan surplus untuk jadi cadangan pangan pemerintah,” tuturnya.
Karena itu, mantan Dirjen Tanaman Pangan itu menyarankan, dalam pengadaan atau penyerapan beras tidak bersamaan dengan operasi pasar. Pada kondisi produksi minus, seperti bulan-bulan ini, pemerintah harusnya melepas CBP, bukan melakukan pengadaan. “Ketepatan tempat dan waktu pengadaan serta mitra kerjanya sangat menentukan keberhasilan,” tegasnya
Baca juga
Puji Potensi Cokelat Makassar, Menko Pangan Siap Kembalikan Kejayaan
Erick Thohir Siap Jika BUMN Pangan dan Pertanian Dialihkan ke Kementerian Pertanian
Kolaborasi Pemkab Bandung, Bappenas, dan World Bank: Mengalirkan Inovasi Irigasi untuk Pertanian Canggih