9 Juli 2025

Sinar Tani

Media Pertanian Terkini

Beranda » Dwi Tunggal Ketahanan Pangan Nasional

Dwi Tunggal Ketahanan Pangan Nasional

Sinar Tani, Jakarta — Program ketahanan pangan nasional yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto, merupakan pilihan keberpihakan seorang pemimpin dalam menjamin  ketersediaan pangan yang mudah dan terjangkau. Program ini bersifat strategis, karena  menyangkut hajat hidup orang banyak.

Konteks strategis, karena menyangkut dan besinggungan dengan dua sisi kepentingan rakyat secara bersamaan, yaitu kepentingan petani sebagai pelaku industri pertanian, dan kepentingan seluruh rakyat yang membutuhkan pangan untuk kebutuhan hidup sehari – hari.

Meskipun negara kita adalah negara agraris, dengan tingkat kesuburan tanah yang memadai, bukan berarti dalam mewujudkan ketahanan pangan, bisa semudah membalikkan telapak tangan. Ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi, antara lain menyempitnya lahan untuk kepentingan pertanian, khususnya sawah, akibat alih fungsi lahan yang tidak terkendali.

Rusaknya jaringan irigasi teknis, yang berdampak terhadap terjadinya penurunan nilai IP yang menimpa LBS eksisting, dengan luasan cukup besar. Kecilnya luas kepemilikan lahan pertanian oleh petani. Sektor pertanian adalah salah satu sektor yang tidak menarik, lantaran minimnya perlindungan pasca panen, berkaitan dengan harga komoditas pertanian yang kerap merugikan para petani.

Juga Ego sectoral antara Lembaga terkait, sehingga dapat menghambat akselerasi Implemetasi program ketahanan pangan di lapangan. Kompleksitas tantangan tersebut, harus mampu dilewati Kementerian Pertanian sebagai leading sectornya program ketahanan pangan.

Tantangan Yuridis Ketahanan Pangan

Pertanian sebagai salah satu sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak, secara konstitusi masuk dalam wilayah cabang produksi penting bagi negara. sebagaimana ketentuan Pasal 33 ayat (2) UUD 1945, bahwa setiap cabang produksi penting yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Ini artinya, negara harus hadir dalam sektor pertanian secara utuh.

Nandang Sudrajat, Tenaga Ahli Menteri Pertanian
Nandang Sudrajat, Tenaga Ahli Menteri Pertanian

Kehadiran peran negara dalam sektor pertanian secara utuh menjadi penting. sebagai jaminan berfungsinya otoritas dan peran negara dalam memainkan langkah menuju ketahanan dan swasembada pangan. Dalam tataran implementasi, hak menguasai negara (HMN) atau Hak Penguasaan Negara (HPN) tersebut, berada di atas Pundak Kementerian Pertanian. Dengan demikian, Kemeterian Pertanian secara kelembagaan merupakan operator dari HMN / HPN.

Sebelum lebih jauh melihat peran Kementerian Pertanian secara kelambagaan dalam konteks pertanian nasional, ada baiknya kita lihat dulu pengertian hak menguasai menurut para ahli maupun ketentuan peraturan yang berlaku. Antara lain menurut Pasal 2 ayat (1) UUPA, menurut Putusan Nomor 058-059-060-063/PUU- II/2004 dan Nomor 008/PUU-III/2005, berkaitan putusan judicial review UU SDA.

Baca Juga :  Testimoni, Tidak Masuk Akal

Dari beberapa pengertian yang ada, dapat penulis resumekan, dengan mengambil butir-butir putusan MK, yang dianggap lebih mewakili dari beberapa pengertian yang  ada.

Mulai dari membuat kebijakan (beleid), melaksanakan tindakan pengurusan (bestuursdaad), tindakan pengaturan (regelendaad), tindakan pengelolaan (beheersdaad), hingga tindakan pengawasan (toezichthoudensdaad).

Namun pengertian HMN / HPN di atas, secara konkret belum memperlihatkan otoritas kekuatan negara secara utuh, karena tidak adanya unsur pengendalian (controle). Fungsi pengendalian (controle) harus ada, sebab bila dilihat dari sisi kewenangan HMN / HPN negara, yang bermuara pada sebesar–besarnya kemakmuran rakyat, harus mencerminkan kekuatan negara dalam konteks kepentingan perlindungan tanah tumpah darah Indonesia, dimaksud Alinea ke 4 Pembukaan UUD 1945.

Tidak adanya fungsi pengendalian (controle), berarti lepasnya kendali negara terhadap cabang produksi penting. Contoh pada kasus kelangkaan minyak goreng pasca wabah covid yang lalu.

Indonesia sebagai penghasil CPO terbesar     di dunia, tapi hampir setahun carut marut kelangkaan minyak goreng berlangsung. Itu terjadi karena produsen lebih mementingkan ekspor ketimbang memenuhi kewajiban kebutuhan dalam negeri.

Berjilid jilid kebijakan diterbitkan namun tidak mampu sesegera mungkin meredam kelangkaan minyak di pasaran. Perlu diketahui, kelangkaan minyak goreng yang terjadi waktu saat itu, secara langsung telah memukul industri kecil mikro dan menangah, karena berhenti berproduksi.

Khususnya untuk IKM yang bergerak di industri cemilan, PKL, dan industri rumahan lainnya. Dimana dalam proses produksinya, sangat bergantung minyak goreng sebagai bahan penunjang utama.

Lebih lanjut, unsur pengendalian dalam konteks HMN/HPN, memperkuat posisi negara bukan hanya sekedar pembuat kebijakan, pengurusan, pengaturan, pengelolaan dan pengawaas. Tetapi, fungsi pengendalian negara dalam konteks ini, antara lain berkaitan dengan alokasi, distribusi, dan stabilisasi, atas ketersediaan bahan pangan nasional di pasaran.

Setiap kelangkaan bahan pangan akan mendorong instabilitas, berupa gejolak ekonomi, yang dapat berujung pada krisis politik. Karena makan tidak bisa di lockdown.

Sinkronisasi, Integritas dan Dekonsentrasi Sistem Pertanian Nasional 

Setiap individu yang terlibat dalam program ketahanan pangan mempunyai kesempatan luas dalam lapangan pekerjaan yang berisi lautan ibadah melalui perberbuatan kebajikan bagi sesama. Karena, hasil kerja yang dilakukannya, berupa bahan pangan, yang tidak lain, merupakan kebutuhan primer (makan) seluruh rakyat Indonesia.

Dengan demikian, gerak langkah program ketahanan pangan harus digarap dengan cara komprehensif, sinkronisasi dan terintegrasi, sejak dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai pada tahap evaluasi.

Sinkronisasi dan integrasi bukan hanya berlaku di lingkungan internal Kementan, tetapi secara nyata melewati beberapa batas Kementerian atau instansi terkait. Beberapa Kementerian dan/atau instansi yang harus ikut terlibat secara aktif dalam konteks ini, antara lain Kemenko Pangan sebagai tim leader ketahanan pangan, Kementerian pertanian, sebagai leading sector.

Kementerian PU, dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal SDA, melalui BBWS, sebagai operator sistem pengairan pertanian. Kementerian Desa, sebagai Kementerian yang memiliki wewenang dan tanggung jawab, mendorong pengembangan dan Pembangunan potensi pedesaan.

Baca Juga :  Hewan Apa Saja yang Bisa Terinfeksi Cacar Monyet?

Kementerian BUMN, sebagai Kementerian yang menguasai dan mengendalikan saprodi berupa pupuk. Gubernur dan Bupati / Walikota sebagai aparatur desentralisasi pemerintahan di daerah. Dan Bulog sebagai off taker produk pertanian, guna menjamin stabilitas harga hasil panen para petani.

Minimal ada 2 (dua) alasan tentang keterlibatan kementerian / instansi tersebut, yaitu Kementerian yang dibentuk presiden ada kebiasaan lebih fokus pada  tupoksi masing – masing, dengan kecenderungan mengabaikan program yang bersifat kolaboratif.

Berlakunya sistem pemerintahan desentralisasi yang bersifat otonom, bagi pemerintahan Provinsi dan Kabupaten / Kota, sedikit banyak menambah jenjang koordinasi. Padahal, sistem kerja kolaboratif dalam mewujudkan ketahanan pangan, merupakan opsi moderat, antara dua sistem pemerintahan dekonsentrasi dengan desentralisasi.

Padahal, program yang mempunyai ritme akseleratif dengan target yang tinggi, seperti program ketahanan pangan akan lebih efektif dan efisien apabila dilaksanakan dengan sistem dekonsentrasi,   ketimbangan opsi moderat (desentrasisasi).

Namun dengan maksud mengedepankan pendekatan kebersamaan, sistem kerja kolaboratif dipandang lebih bijak menjadi opsi bersama pada era demokrasi dan otonomi daerah seperti saat ini.

Sebagai perbandingan gambaran kedua penerapan system pemerintahan dalam konteks program ketahanan pangan dapat dilihat pada bagan di bawah ini.

Validasi Potensi Eksisting

Berkaca pada kecenderungan ketidak sinkronan data dari Kementerian dan instansi yang terlibat dalam program ketahanan pangan, sebaiknya dilakukan pemetaan ulang potensi eksisting sarana prasarana pangan nasional, guna memvalidasi data eksisting yang dimiliki masing – masing Kementerian dan instansi yang terlibat. Pemetaan harus dilakukan secara detail, meliputi luas aktual LBS, luas areal pertanian komoditas lainnya. Luas areal perkebunan, jumlah Poktan dan Gapoktan, kemampuan layanan jaringan irigasi atau pengairan eksisting.

Hasil pemetaan dari kelima data tersebut, harus terekap atau teradministrasi lengkap dan tertib dalam bentuk satu data dan satu peta pada setiap wilayah provinsi, kabupaten, kecamatan dan desa masing – masing.

Langkah pemetaan penting untuk dilakukan karena berkaitan perencanaan pola tanam, perhitungan kebutuhan pupuk dan pestisida, sistem pengelolaan dan layanan pengairan, perhitungan proyeksi out put atau hasil produksi dari bahan pangan yang akan dihasilkan, juga perencanaan sistem stock pangan nasional dan wilayah, hingga sistem distribusi pangan dari satu wilayah ke wilayah lainnya.

Baca Juga :  Pesan Mentan: Jaga Pompa Bantuan Pemerintah

Dwi Tunggal Garansi Keberhasilan Ketahanan Pangan 

Sehebat dan sesistematis apapaun dari perencanaan sebuah program, tidak akan berjalan program yang kuat dan berintegritas. Terlebih seperti program ketahanan pangan, dalam muaranya harus memenuhi isi perut rakyat Indonesia yang pada tahun 2024 mencapai > 280 juta jiwa.

Di tengah kompleksnya tantangan dalam mewujudkan ketahanan pangan, diyakini akan tercapai. Hal itu, disebabkan kuatnya semangat dan tekad yang ada di jajaran Kementan.

Tingginya semangat dan tekad tersebut, tidak lepas dari kuat dan solidnya pucuk pimpinan di Kementerian Pertanian saat ini, yang berada dalam satu komando, duet kepemimpinan Amran – Sudaryono.

Ada kesamaan karakter dari dua orang pucuk pimpinan Kementan tersebut, yaitu kesamaan visi tentang membangun pertanian nasional ke depan dan karakter petarung dalam bekerja menghadapi berbagai persoalan yang ada. Sehingga di antara keduanya terbangun ikatan chemistry yang kuat.

Soliditas chemistry duet kepemimpinan Kementan saat ini terlihat dari pembagian tugas di antara keduanya, yang memiliki porsi tanggung jawab dan wewenang masing – masing secara jelas, dengan tidak mengesampingkan Menteri Amran sebagai top leader.

Sebagai contoh, terobosan Menteri Amran memperoleh support penuh dari Wamentan Sudaryono. Misalnya program bersih – bersih dilingkungan Kementan, program PAT dan cetak sawah. Program tersebut, merupakan terobosan murni dari Menteri Amran. Sedangkan sebagai figur muda yang dibesarkan pada era digital, Wamentan memperoleh tugas mengelalo LBS eksisting.

Dalam melaksanakan tanggung jawab tersebut, Wamentan Sudaryono, bergerak cepat merancang, menyusun dan mengembangkan digitalisasi pertanian nasional. Konten sistem digitalisasi pertanian nasional tersebut antara lain, pengembangan sistem pelaporan, pengaduan dari petani atau PPL, monitoring sistem distribusi pupuk dan alsintan, dan pola tanam.

Data – data pengembangan sistem di atas, dikemas dalam sebuah sistem satu data pertanian (PODI, pertanian one data Indonesia) dan bentuk peta – peta tematik (POMI, pertanian one map Indonesia). Dengan demikian, berjalannya sisnergi internal pucuk pimpinan Kementan di bawah Menteri Amran dan Wamentan Sudaryono, adalah Dwi Tunggal jaminan tercapainya ketahanan dan swasembada pangan nasional.

Oleh : Nandang Sudrajat, Tenaga Ahli Menteri Pertanian

tidak boleh di copy ya

error

suka dengan artikel ini