Sinar Tani, Jakarta — Bagi petani menggunakan pupuk kalium adalah hal biasa, tetapi pengetahuannya tentang ketersediaan kalium di dalam tanah untuk tanaman masih sangat minim. Kalium dalam tanah terdapat dalam jumlah yang bervariasi, yaitu antara 0,1-3,0 persen dengan rata-rata 0,1 persen. Sebagian besar (sampai 98 persen) terikat dalam bentuk yang tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman karena terfiksasi sangat kuat, sulit diserap tanaman. Yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman hanya Kalium Larutan.
Padahal Kalium diperlukan dalam meningkat- kan resistensi terhadap penyakit, Meningkatkan proses fotosintesa, mengaktifkan enzim, mening- katkan kualitas produk, meningkatkan keseim- bangan air, dan sintesa protein dan hidrokarbon
Pertanyaannya, bagaimana agar petani mem- punyai pengetahuan agar Kalium di dalam tanah bisa diserap tanaman? Dengan cara Biologis dan Kimiawi seperti yang dikatakan para ahli itu harus bagaimana secara teknis agar petani dapat mengaplikasikannya di lapangan?
Agar pertumbuhan tanaman optimum, kandungan Kalium dalam tanaman berkisar 2-3 persen bobot kering atau antara 0,5-2,0 persen dari berat panen, yang dinyatakan secara konvensional sebagai jumlah K2O. Pertanian modern dengan rendemen tinggi bergantung pada pupuk Kalium untuk menggantikan Kalium yang hilang saat panen.
Sisa tanaman, jerami abu, bahan organik adalah juga sumber Kalium, akan tetapi selama ini petani menggunakannya untuk makanan ternak. Jadi pertanyaan di atas sangat relevan dan yang menjawab seharusnya adalah para ahli terkait.
Pakar ilmu tanah menyebutkan, faktor yang mempengaruhi ketersediaan Kalium di dalam tanah adalah kandungan air di dalam larutan tanah, kapasitas tukar kation, kandungan ion lain, yaitu magnesium (Mg) dan calsium (Ca) yang mempengaruhi efektivitas serapan larutan tanah oleh tanaman. Jika Mg dan Ca meningkat maka kandungan ion Kalium akan menurun. Selain itu pH, aerasi tanah dan jenis tanaman juga menentukan. Kalium sangat rentan hilang tercuci dan terfiksasi. Jadi apakah ada upaya teknis yang harus dilakukan petani tanpa bersusah payah belajar kimia?
Sebagai contoh, berdasarkan pengalaman petani penggunaan Pupuk Kalium KCl ternyata membuat tanah menjadi masam, yang secara kimiawi dapat dijelaskan ketika KCl bersenyawa dengan air ternyata membentuk HCl yang bersifat asam.
Ini semua tentu informasi penting, tapi yang lebih penting, petani memerlukan informasi teknis bagaimana menanggulanginya. Solusi itu seharusnya merupakan konten penyuluhan yang sifatnya teknis.
Contohnya, seperti dijelaskan seorang pakar ilmu tanah, memupuk dengan Kalium lebih baik dilakukan beberapa kali dengan dosis sedikit-sedikit daripada sekaligus agar Kalium tidak mudah tercuci. Model penjelasan ini yang diperlukan petani. Tentang perlakuan teknis yang didukung kajian ilmiah adalah bagian peneliti dan para ahli.
Reporter : Memed Gunawan
Kesejahteraan Petani
Benih: Antara Aturan dan Teknologi
Sertifikasi ISPO Kebun Rakyat Mengapa Tersendat?