Sinar Tani, Jakarta — The International Disasters Database menyebutkan ada lima jenis bencana terkait iklim, yaitu kekeringan, suhu ekstrem, badai, kebakaran hutan/lahan, dan banjir besar. Kita merasakan semua gelombang bencana tersebut di berbagai kawasan bahkan menyadari frekuensinya semakin sering. Sejauh mana Perubahan Iklim dan upaya mengatasi dampaknya disadari oleh masyarakat kita?
Bank Dunia menyebutkan dalam beberapa dekade terakhir, bencana alam terkait perubahan iklim cenderung meningkat pada skala global. Perubahan terus terjadi mengarah ke situasi yang semakin buruk dengan percepatan yang semakin tinggi. Generasi yang lahir pada pertengan tahun 1990-an pasti merasakan perubahan ini karena bisa membandingkan perubahan pada periode yang cukup panjang. Oleh karena itu cukup mengagetkan ketika disebutkan orang Indonesia kurang pedulli dengan Perubahan Iklim. Walaupun kejadian bencana semakin sering terjadi.
Yang kita kuatirkan adalah jika kondisi ini kurang ditanggapi secara serius, terkalahkan oleh hiruk pikuk persoalan lain. Tidak atau kurang proaktif untuk mempersiapkan menghadapi jika kejadian terburuk akhirnya jadi kenyataan. Dan itu pasti pasti dengan kadar kerusakan yang sanagat tergantung kepada sikap kita.
Banyak ungkapan yang menunjukkan kita senang menunda pekerjaan sampai batas terakhir. Percaya bahwa “Dalam keadaan kepepet orang Indonesia muncul ide yang brilian”. Terbiasa belajar semalam suntuk untuk ujian esok hari, dan tidak proaktif karena terbiasa “Kumaha engke” kata orang Sunda. Tapi semua itu tidak bisa berlaku bahkan dengan keajaiban sekali pun untuk menangani Perubahan Iklim.
Apakah ini juga terkait dengan hasil kajian yang menyimpulkan kita kurang tanggap terhadap Climate Change?
Perubahan iklim yang terjadi saat ini memberikan dampak negatif terhadap seluruh aspek kehidupan. Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat rentan terhadap perubahan iklim. Dan bagi pertanian dampaknya sungguh dahsyat. Termasuk petaninya yang kebanyakan kondisi ekonominya yang masih pada posisi paling rendah dibanding kelompok lailnnya.
Perubahan iklim tidak hanya berakibat pada pemanasan global dan kenaikan air laut, namun juga mengubah tatanan ekosistem, kondisi tanah, perubahan populasi hama yang akhirnya mengancam ketahanan pangan.
Kejadian-kejadian bencana seharusnya menjadi pelajaran, dan harus semakin dipahami bahwa sesuatu yang buruk sedang mengancam kita dan kita harus melakukan sesuatu. Mitigasi resiko, yang langkah-langkahnya harus dipahami oleh masyarakat kita.
Media menjadi alat yang efektif untuk menyampaikan hal ini, dan harus dilakukan dengan berulang-ulang dengan aplikasi secaraa teknis di lapangan.
Dampaknya sudah dirasakan, tidak hanya datangnya bencana tetapi dampak terhadap ketersediaan dan kenaikan harga pangan secara global. Kondisi lebih buruk bisa terjadi jika kita tidak menyadari bahwa ini akibat perbuatan kita sendiri dalam mengelola alam.
Baca juga
Ketahanan Pangan dan Swasembada Pangan
Jangan Lupakan Pangan Lokal
Belajar dari Minahasa Selatan