Sinar Tani, Jakarta — Presiden Joko Widodo dalam Pidato Dies Natalis IPB University ke 60 di Bogor mengatakan perubahan teknologi di bidang pertanian sedang terjadi. Tenaga robotik dan otomasi secara gradual akan menggantikan tenaga manusia. Tapi itu bukan untuk ditakuti. Era teknologi itu telah datang dan harus dihadapi. Yang penting bagaimana cara menghadapinya dengan strategi terbaik.
Presiden mengingatkan, manusia tidak akan bisa dikalahkan oleh mesin secanggih apa pun, karena mesin tidak punya rasa. Oleh karena itu tidak perlu takut. Kita harus optimis. Lalu bagaimana dengan dunia penelitian kita dan peran BRIN?
Upaya kita untuk menata penelitian kita terbilang substansial. Penggabungan unsur riset yang tersebar di beberapa Kementerian dan Badan sekarang ada dalam satu wadah, yaitu Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang langsung berada di bawah Presiden. Diharapkan orientasi yang lebih fokus, efisien, memecahkan masalah dan tidak terjadi tumpang tindih.
Badan Standardisasi Instrumen Pertanian (BSIP) merupakan pengganti Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian setelah unsur riset disatukan ke BRIN. Tetapi semua infrastruktur penelitian masih di tangan Kementan.
Menjawab tantangan Presiden, bagaimana upaya BRIN fokus menata program dan memperbaiki tata kelola riset serta meningkatkan kapasitas dan kompetensi riil periset? BRIN juga melakukan evaluasi seluruh kegiatan yang diklaim sebagai program riset dan inovasi agar meningkatkan efisiensi anggaran.
Output dibentuknya BRIN yaitu meningkatkan produktivitas periset. Dibutuhkan konsolidasi infrastruktur riset agar terjadi efisiensi anggaran. Apakah infrastruktur riset yang dikelola lembaga masing-masing bisa dipusatkan ke BRIN.
Sayangnya, dukungan dana masih jauh panggang dari api. Data tahun 2020 menunjukkan anggaran penelitian di Indonesia masih sangat rendah yaitu 0,31 persen dari GDP PPP (GDP berdasarkan Paritas Daya Beli). Kita lebih baik dari Filipina (0,11), Vietnam (0,21), tapi ketinggalan dari Thailand (0,39), Malaysia (1,29) dan Singapura (2,64). Bahkan Korea Selatan mencatatkan angka 4,292 persen, tertinggi di dunia. Porsi standar anggaran riset dan inovasi dari Bank Dunia ialah 1 persen dari produk domestik bruto (PDB) suatu negara. Kalau dilihat dari pengeluaran riset per kapita, Indonesia hanya $PPP 8,4 per kapita, salah satu yang terendah di dunia.
Total anggaran BRIN untuk tahun 2023 sebesar Rp 6,5 triliun, sekitar 65 persennya digunakan untuk kegiatan dukungan manajemen, lalu untuk riset?
BRIN melihat yang terbaik anggaran riset dari pemerintah hanya memiliki porsi sebesar 20 persen dan 80 persen lainnya berasal dari swasta atau non-pemerintah. Hal ini perlu dilakukan karena riset sebenarnya untuk mendukung kegiatan ekonomi swasta. Melalui pola dan ketersediaan anggaran ini, BRIN tetap bisa memfasilitasi periset. BRIN harus menjadi penggerak untuk menumbuhkan riset dan pengembangan di swasta khususnya industri.
Reporter : Memed Gunawan
Kesejahteraan Petani
Benih: Antara Aturan dan Teknologi
Sertifikasi ISPO Kebun Rakyat Mengapa Tersendat?