17 Juni 2025

Sinar Tani

Media Pertanian Terkini

Beranda » Revitalisasi Industri Kelapa Indonesia

Revitalisasi Industri Kelapa Indonesia

Sinar Tani, Jakarta — Minyak nabati, selain menjadi kebutuhan pokok pangan, kini juga bertransformasi menjadi bahan baku energi. Indonesia, dalam upayanya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 25% pada tahun 2025, berkomitmen untuk mengurangi konsumsi energi fosil. Salah satu langkah yang diambil adalah menggantikan bahan bakar fosil jenis solar dengan biodiesel. Sejak memulai produksi biodiesel dari sawit pada tahun 2006 dengan blending rate sebesar 2,5%, kini angka tersebut meningkat menjadi 30%.

“Peningkatan blending rate ini diharapkan dapat menekan penggunaan solar,” ujar seorang analis energi. Namun, hal ini juga berdampak pada kebutuhan bahan baku, yaitu crude palm oil (CPO). Konsumsi domestik CPO diperkirakan mencapai 21,5 juta ton di tahun 2023 dan diprediksi meningkat menjadi 23,04 juta ton pada tahun 2024, menurut laporan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).

Di satu sisi, alokasi CPO yang lebih besar untuk biodiesel dapat mendorong pertumbuhan industri sawit nasional. “Peningkatan permintaan dalam negeri dapat menyerap CPO dan berpotensi meningkatkan harga CPO dan TBS,” kata seorang petani sawit. Kesejahteraan petani diharapkan ikut meningkat. Namun, di sisi lain, peningkatan penggunaan CPO untuk biodiesel bisa menjadi ancaman bagi industri pangan, terutama minyak goreng, yang juga mengandalkan bahan baku serupa.

Peluang untuk memperkuat industri kelapa nasional pun muncul di tengah situasi ini. Minyak kelapa, yang sebelumnya mendominasi pasar sebelum era sawit, kini harus bangkit kembali. Indonesia, meskipun merupakan produsen minyak kelapa terbesar kedua di dunia, masih jauh tertinggal dibandingkan produksi minyak kelapa sawit.

“Dengan populasi 279 juta jiwa pada tahun 2024, tantangan besar dihadapi untuk memastikan ketersediaan pangan yang berkelanjutan,” ungkap seorang ahli pertanian. Menghidupkan kembali industri kelapa merupakan langkah penting untuk menjamin ketersediaan bahan pangan nasional. Rencana pemerintah untuk meningkatkan produksi biodiesel hingga 2045 harus dipandang sebagai pendorong untuk revitalisasi industri kelapa.

Baca Juga :  Serangan Tikus Makin Menjadi, Pagar Perangkap Jadi Solusi

Menurut GAPKI, kebutuhan untuk biodiesel jenis FAME (fatty acid methyl ester) pada tahun 2045 akan mencapai 19,5 juta ton, meningkat lebih dari dua kali lipat dari proyeksi tahun 2024. “Penting untuk menghindari trade-off antara pangan dan biodiesel,” tegas seorang ekonom. Oleh karena itu, produksi minyak nabati lain sebagai substitusi minyak sawit harus diprioritaskan.

Analisis menunjukkan bahwa meskipun produksi minyak kelapa tidak mengalami perubahan signifikan, produksi minyak kelapa sawit melonjak drastis. “Kenaikan populasi akan mendorong permintaan bahan pangan, dan kita perlu bersiap untuk itu,” kata seorang pakar industri.

Di tengah upaya pemerintah untuk membangkitkan industri kelapa, banyak tantangan yang harus diatasi. Banyak pohon kelapa di Indonesia sudah tua dan tidak lagi produktif. “Pohon kelapa mencapai puncak produktivitas pada usia 10 hingga 30 tahun, setelah itu produksinya akan menurun,” ungkap seorang agronom. Oleh karena itu, peremajaan kebun kelapa dengan bibit berkualitas tinggi menjadi krusial.

Namun, tantangan tak berhenti di situ. “Teknologi yang digunakan dalam budidaya dan pengolahan minyak kelapa masih sangat tradisional,” tambahnya. Proses yang kurang optimal dapat menyebabkan kehilangan minyak selama ekstraksi. Oleh karena itu, sektor kelapa memerlukan perhatian lebih dari pemerintah dan investor, sama seperti yang telah diberikan kepada sektor kelapa sawit. Penelitian dan pengembangan (R&D) untuk varietas kelapa unggul menjadi sangat penting.

Tak hanya untuk konsumsi dalam negeri, minyak kelapa juga memiliki potensi besar sebagai komoditas ekspor. Produk turunannya, seperti minyak kelapa murni (VCO), santan, dan kelapa parut kering, memiliki pasar yang cukup besar, baik domestik maupun internasional.

“Upaya untuk meningkatkan kembali sektor kelapa Indonesia sangat mungkin diimplementasikan,” kata seorang pengamat ekonomi. Dengan peremajaan kebun, peningkatan teknologi, riset untuk varietas baru yang lebih produktif, serta diversifikasi produk turunan, produksi minyak kelapa dapat meningkat. Menghadapi dan mengatasi kendala ini, diharapkan industri kelapa dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi perekonomian nasional dan kesejahteraan petani kelapa.

Baca Juga :  Silaturahmi dengan TPH-BUN, Pj Gubernur Sulsel Tanam Kelapa Genjah

Oleh : Gusti A. Gultom,  Mahasiswi Program Doktor Agribisnis, Institut Pertanian Bogor

tidak boleh di copy ya

error

suka dengan artikel ini