Sinar Tani, Bogor—Hidropinik menjadi pilihan warga ibukota untuk bertani di tengah keterbatasan lahan. Seperti warga Desa Wanaheran, Gunung Putri, Bogor. Menggunakan dana desa dan memanfaatkan lahan desa, Pemerintah Desa Wanaherang membangun kebun hidroponik sebagai tempat memperkenalkan urban farming kepada masyarakat sekitar.
Di desa yang demografinya dikelilingi industri ini, lahan pertanian menjadi hal yang semakin sulit ditemui. Karena itu untuk pengembangan program ketahanan pangan, pemerintah Desa Wanaherang mencoba mengembangkan pertanian hidroponik yang dimulai dengan memanfaatkan lahan yang terletak di belakang kantor desa.
Ketua Poktan Sadewa, Heryanto mengatakan, pembangunan kebun hidroponik merupakan salah satu program ketahanan pangan desa Wanaherang yang dana pembangunnya menggunakan dana desa. “Pembangunan kebun ini menggunakan alokasi 20 perrsen dana desa yang memang diperuntukkan sebagai program ketahanan pangan,” ungkapnya.
Selain sebagai ketahanan pangan masyarakat, yang ada di kantor Desa Wanaherang ini juga menjadi tempat untuk memperkenalkan pertanian kepada anak muda. Dalam membangun kebun hidroponik, Heryanto mendapat bimbingan praktisi hidroponik Dadan Ramdani Arief (DR Ponik) anak muda yang tergabung dalam Karang Taruna Desa Wanaheran. “Jadi DR Ponik bukan hanya membimbing untuk pembuatan instalasi hidrponik melainkan juga mengajarkan cara bertani hidroponik yang benar,” ujarnya.
Tanpa Naungan
Bersama masyarakat dan anggota karang taruna, Heryanto membentuk Kelompok Tani Sadewa. Lahan hidroponik yang dikelola Kelompok Tani Sadewa seluas 1.200 meter dengan 17 ribu lubang tanam. Konsep kebun hidroponik tanpa naungan dianggap pas karena tidak membutuhkan dana yang terlalu besar. Dari sisi hasil budidaya lebih baik dan lebih cepat panen.
“Kita menggunakan konsep yang sederhana dengan menggunakan talang air yang dibelah. Untuk menjaga suhu air, tandon air sebagai tempat nutrisi kita tanam dalam tanah hasilnya tanaman tidak akan layu ketika terpapar terik matahari dan juga kebun terlihat rapi,” tuturnya.
Awalnya kebun hidroponik Sadewa Farm menanam berbagai jenis sayur mulai dari pakcoy, sawi, slada, dan lain sebagainya. Namun, setelah beberapa kali panen dan mendapatkan respon pasar yang baik, Kebun Sadewa Farm memfokuskan menanam beberapa varietas sesuai dengan permintaan seperti slada hijau dan pakcoy.
Walaupun baru berdiri 3 bulan, Heryanto mengaku permintaan sayur hidroponik ke Sadewa Farm terus meningkat. Saat ini Sadewa Farm sudah mendapatkan permintaan 50 kg slada hijau per hari. “Permintaan sudah banyak, tapi kita baru bisa memenuhi sekitar 20 kg. Alhamdulilah saat ini dari hasil hidroponik sudah bisa memenuhi biaya operasional untuk tenaga kerja. Memang kita disini juga bertujuan untuk mengurangi angka pengangguran,” katanya.
Kelompok Tani Sadewa menjual harga slada hijau Rp 20 ribu/kg, slada merah Rp 23 ribu/kg, pakcoy Rp 16 ribu/kg dan baby pakcoy Rp 18 ribu. Untuk konsumen yang berminat bisa langsung datang ke kebun di Kantor Desa Wanaherang atau bisa menghubungi Sadewa Farm 08119433303.
“Kami berharap kedepan dengan adanya kebun hidroponik Sadewa Farm selain bisa memenuhi pangan masyarakat Desa Wanaherang juga bisa meningkatkan minat generasi muda untuk terjun ke pertanian,” katanya.
Kepala Desa Wanaherang, Heri Sudewo berharap kebun hidroponik Sadewa Farm bisa berkesinambungan dan menjadi tempat belajar masyarakat tentang hidroponik. Bahkan masyarakat Wanaherang kini bisa berbangga, karena kebun Sadewa Farm merupakan kebun terbesar dari 10 desa yang ada di Kecamatan Gunung Putri. Karena itu Heri berharap banyak anak muda yang bisa belajar tentang pertanian hidroponik di kebun ini, sehingga pertanian bisa menjadi pilihan anak muda untuk masa depan
Sinergi Program Makmur dan Keunggulan Benih Lokal Tingkatkan Produktivitas Petani
Kado HUT ke-54, Komitmen Mentan dan Kepala Bapanas Dukung Sinartani
54 TAHUN SINAR TANI, SETIA MENEMANI PETANI DAN PENYULUH