Sinar Tani, Bogor —Tertarik dengan potensi pertanian alpukat yang menjanjikan, Tabloid Sinar Tani berkunjung ke kebun Specta Farm milik H. Zekky Bachri. Di kebun yang terletak di daerah Ciapus ini, H. Zekky menguliti seluk beluk alpukat mulai dari budidaya hingga bagaimana menghasilkan cuan berlipat lewat alpukat.
Dikebun seluas 3 ha yang dijadikan sebagai kebun riset ini H. Zekky menaman puluhan jenis alpukat yang sebagaian besar adalah alpukat introduksi. Diantarnya Hass, Pinkerton, Lam Hass, Reed Ciapus, Booth 7 (B7), CMX, alpukat 034, Thanh Bichdan berbagai jenis alpukat lainnya.
“Disini saya ada 3 pohon indukan alpukat CMX, yang kalau diluar negeri dimanfaatkan daunnya sebagai dressing atau topping makanan dengan harga $5/80 lembar. Disini saya sedang reset esensial oilnya untuk minyak wangi, dari 1 kg daun hanya jadi 5 ml,” ungkapnya.
Introduksi merupakan suatu proses memperkenalkan tanaman dari tempat asal tumbuhnya ke suatu daerah baru. Introduksi tanaman ini memasukkan varietas-varietas tanaman dari luar negeri ke suatu negeri guna menambah keragaman tanaman.
Zekky mengatakan penentuan varietas/ras alpukat akan berpengaruh pada hasil yang didapat. Karena itu sebelum menanam, masyarakat harus memastkan dahulu tujuan apakah alpukat yang ditanam untuk dikonsumsi sendiri atau dikomersialkan.
Alpukat yang saat ini ada di Indonesia terbagi dalam 3 ras, yaitu West Indian, Meksiko dan Guatemala. Untuk ras Meksiko dan Guatemala memiliki ciri kulit keras/tebal dan cocok ditanam pada Mdpl tertentu yaitu 600 Mdpl ke atas, sedangkan untuk ras West India memiliki kulit tipis.
Pemilik Specta Farm ini mengatakan Alpukat yang ditanam di Indonesia kebanyakan adalah aras West India yang optimal bila ditanam didaerah menengah ke bawah, dengan kadar manis sedikit, dan cenderung berair.
Sedangkan untuk alpukat ras Meksiko dan Guatemala, Zekky mengaku merupakan jenis alpukat yang bila didatanam di dataran rendah akan memberikan hasil yang kurang maksimal, buah yang relative kecil dan agak sulit untuk mengashilkan fresh flower (berbunga).
Reed Ciapus
Alpukat hass dan reed ciapus dipilih Zekky sebagai varietas utama untuk dikebunkan. Hal tersebut tidak lepas dari kualitas buah yang sangat baik baik dalam rasa, bentuk maupun daya tahan buah karena merupakan jenis alpukat berkulit keras dengan daya tahan yang lama.
Paling tidak saat ini ia sudah menanam alpukat jenis Hass dan Reed Ciapus dalam sekala industry di beberapa lokasi seperti Gunung Mas dan garut.
Zekky menceritakan pertemuannya dengan Reed terjadi ketika dirinya mencari varietas unggul di Vietnam pada tahun 2018. Disana ia bertemu dengan pekebun alpukat yang menamakan varietas yang ditanamnya sebagai Reed New Version.
“Saya tahun 2018 ke Vietnam hanya untuk mencari entres dan kita topworking di kebun, hasilnya sekarang sudah banyak yang berbuah. Setelah uji, testimoni buah dan lainnya saya pilih reed new version sebagai varietas utama. Dan karena saya kembangkan di Ciapus saya berinama Reed Ciapu,” jelas Zekky.
Keunggulan Reed Ciapus antara lain genjah, produtkvitas tinggi, bentuk buah yang bagus baik ukuran bulat yang rata maupun kulitnya, rasa yang enak serta dapat tumbuh maksimal ketika ditanam di dataran rendah hingga tinggi (1200 mdpl).
Konsep Kelompok Tani Hingga Avo Owner.
Keinginan kuat untuk menjadikan alpukat Indonesi menjadi raja di negeri sendiri dan bisa turut andil dalam komersialisasi alpukat di dunia, Zekky memiliki konsep pertanian alpukat untuk masyarakat.
“Permintaan alpukat sangat besar, untuk itu kita harus memperapkan produksi yang besar untuk mencukupinya. Karena itu saya punya 2 konsep bisnis alpukat yang menjanjikan,” ujarnya.
Yang pertama konsep kemitraan dengan kelompok tani. Dalam konsep ini Zekky menjual bibit alpukat kepada kelompok tani dan akan dibayar dengan menggunakan buah.
“Kita data petani buat kampung alpukat dan dikontrak untuk menjual buahnya ke kita. Namun disini harus ada prosedur yang ketat dan tim penyuluhan yang mendampingi petani agar menghasilkan alpukat dengan kualitas yang dibutuhkan pasar,” jelasnya,
Kosep atau program lainnya adalah Avo Owner yang diperuntukkan bagi para pensiunan yang memiliki dana dan ingin menginvestasikannya di perkebunan alpukat namun mereka tidak memiliki kemampuan atau keahlian dalam mengelola perkebunan alpukat secara profesional
Konsep ini berbentuk kavling buah alpukat. Dengan investasi sekitar Rp 600 juta, investor akan memiliki lahan seluas 1000 meter bersertifikat dengan 40 pohon alpukat didalamnya, dan kontrak pengelolaan kebun alpukat selama 5 tahun.
“Jadi nanti kita yang akan mengelola selama 5 tahun mulai dari tanam, perawatan hingga panen di tahun ke 3,” ujarnya.
Dengan menggunakan data penanaman alpukat jenis Hass dan sudah dijalankannya di kebun Gunung Mas. Potensi hasil akumulasi dari tahun 3,4,5 dari luas lahan 1 ha yang ditanami 400 pohon alpukat sekitar 50 ton.
“kalau untuk 1000 meter maka hasilnya sekitar 5 ton. Bila harga 1 kg di kebun paling rendah adalah Rp 50 ribu maka omset di tahun ke 5 sekitar Rp 250 juta. Dengan data yang ada di tahun ke 7 investor sudah bisa balik modal plus memiliki lahan 1000 meter dan 40 pohon alpukat berbuah didalamnya,” jelasnya,
Perlu diketahui bahwa alpukat memiliki umur tanam sekitar 30 tahun dengan produktifitas maksimal diumur 20-25 tahun.
“Untuk yang di Gunung Mas kita sudah panen 100-200 kg Hass per minggu dengan harga jual ke supermarket Rp 120 ribu/kg,” tambahnya.
Reporter : Eko
Panen Raya Bawang Merah, Budidaya TSS di Cilacap Sukses Tingkatkan Produktivitas
Permintaan Meningkat, Anggrek jadi Primadona Baru di CFD Cilacap
Festival Urban Farming 2024 Sukses Besar, Dihadiri 5000 Pengunjung