Sinar Tani, Jakarta—Perubahan iklim akan berdampak besar terhadap pertanian, termasuk komoditas hortikultura. Guna mengantisipasi dampaknya, Ditjen Hortikultura menyiapkan berbagai teknologi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim tersebut.
“Dalam menghadapi perubahan iklim ini, saya ingin Ditjen Hortikultura berperan aktif. Masing-masing direktorat teknis memberikan masukan bagaimana sebaiknya penanganan dan mitigasi perubahan iklim untuk subsektor hortikultura. Hasil FGD ini nantinya akan dipublikasikan dalam bentuk buku,” ujar Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto saat focus group discussion (FGD) Aksi Adaptasi Mitigasi Perubahan Iklim Subsektor Hortikultura pada Senin (31/7).
Pada FGD ini, setiap direktur teknis menyampaikan paparan terkait aksi adaptasi mitigasi dampak perubahan iklim (DPI) yang akan dilakukan untuk menjaga produksi produk hortikultura. Direktur Perlindungan Hortikultura, Jekvy Hendra mengatakan, pada minggu kedua Agustus 2023, curah hujan di Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Pulau Jawa diprediksi rendah, yakni di bawah 100 mm/bulan. Kondisi ini akan berlanjut hingga Oktober 2023.
“Prediksi ini kami harap bisa menjadi perhatian dan direktorat teknis dapat berkoordinasi dengan data dari Early Warning System (EWS) untuk mengambil kebijakan terbaik. EWS Sistem Peringatan Dini dan Pengelolaan Tanam Hortikultura (Sipantara) akan kami launching di minggu pertama Agustus 2023,” ungkap Jekvy.
Sementara itu, Direktur Buah dan Florikultura, Liferdi Lukman menyampaikan dalam antisipasi mitigasi DPI untuk buah dan tanaman hias, pihaknya memanfaatkan teknologi inovasi pertanian. “Karena buah dan tanaman hias tidak bisa terkena air terlalu banyak, kami menyediakan teknologi smart green house atau SGH. Kami juga telah bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk pengembangan Internet of Things (IoT),” katanya.
Dari sisi hilir, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, Bambang Sugiharto menyatakan, timnya sedang mengkaji beberapa teknologi penanganan pascapanen dan pengolahan hasil hortikultura. “Untuk hilirisasi, kami fokus mengembangkan teknologi penanganan pascapanen dan pengolahan hasil untuk memperpanjang masa simpan serta meningkatkan nilai tambah produk,” katanya.
Direktur Perbenihan Hortikultura, Inti Pertiwi Nashwari mengungkapkan bahwa keberhasilan pertanaman hortikultura ada pada benih bermutu yang digunakan. Namun, perubahan iklim mengancam ketersediaan dan kualitas benih hortikultura bermutu.
Menurutnya, kelangkaan benih bermutu menjadi dampak yang mengancam dari perubahan iklim, khususnya benih buah batang. Sebab, benih batang sangat butuh air untuk tumbuh. Karena itu, pengembangan benih bermutu dari varietas unggul yang tahan kekeringan dan OPT akan menjadi fokus dari aksi mitigasi dan adaptasi DPI.
Adapun, Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Andi Muhammad Idil Fitri memaparkan, dalam pengamanan produksi hadapi El Nino, timnya selalu memantau data dari EWS dan memanfaatkan champion cabai serta bawang yang tersebar di daerah sentra produksi.
“Kami pantau terus EWS untuk menentukan kebijakan pengamanan produksi. Selain itu, kami juga menjalin kerja sama yang baik dengan para champion cabai dan bawang di seluruh daerah sentra untuk menjaga produksi dan ketersediaan pasokan,” papar Idil.
CESA Peneliti Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN, Budi Kartiwa mengatakan, pihaknya bersama Tim Dampak Perubahan Iklim (DPI) Ditjen Hortikultura telah melakukan Survei, Investigasi dan Desain (SID) di lahan Kampung Hortikultura.
“SID ini bertujuan untuk identifikasi potensi air, calon petani calon lokasi (CPCL), serta pengelolaan air dan teknik irigasi,” katanya. Berdasarkan hasil SID, ada dua konsep pemanfaatan air tanah untuk irigasi, yakni sumur dangkal atau sumur gali dan sumur air tanah dalam atau sumur bor.
Panen Raya Bawang Merah, Budidaya TSS di Cilacap Sukses Tingkatkan Produktivitas
Permintaan Meningkat, Anggrek jadi Primadona Baru di CFD Cilacap
Festival Urban Farming 2024 Sukses Besar, Dihadiri 5000 Pengunjung