21 Maret 2025

Sinar Tani

Media Pertanian Terkini

Beranda » Kementan Bersama Bareskrim-Polri Hentikan Peredaran Benih Palsu/Ilegal

Kementan Bersama Bareskrim-Polri Hentikan Peredaran Benih Palsu/Ilegal

Sinar Tani, Jakarta — Kementerian Pertanian berkolaborasi dengan Bareskrim terus mengawal peredaran Benih Palsu atau Ilegal. Benih merupakan salah satu faktor pondasi yang sangat penting sebagai penentu dalam meningkatkan produktivitas.

Dalam Webinar Propaktani Episode 745 (23/11) melalui zoom meeting dan live streaming youtube.com/propaktani, Dirjen Tanaman Pangan, Suwandi menyampaikan pentingnya peran benih dalam pertanian, maka kita perlu membangun sistem perbenihan yang baik melalui  penciptaan varietas unggul baru, produksi benih unggul berlabel dan bersertifikat, serta sistem distribusi benih dengan koridor aturan perbenihan yang ketat agar terjamin mutu benihnya.

“Disamping itu juga benih yang sudah terdistribusi di tingkat petani harus dikelola dengan baik agar bermanfaat dan mampu meningkatkan produktivitas tanaman,” ungkapnya.

Suwandi menyatakan kenyataan di lapangan, banyak ditemukan peredaran benih yang tidak sesuai dengan standar mutu, benih konsumsi yang langsung dikarungi dijual berupa benih serta peredaran benih yang tidak bisa ditelusuri asal usulnya.

Bahkan, saat ini semakin marak pelanggaran peredaran benih palsu atau illegal di jagad maya secara online, benih yang belum dilepas, benih tidak disertifikasi, tidak berlabel, kemasan benih tidak sesuai standar, sertifikat dan label tidak dapat dipertanggungjawabkan, data tidak sesuai atau label palsu, pengedar belum mempunyai keterangan kelayakan dan terdaftar sebagai pengedar dari UPTD BPSB setempat, benih dikemas ulang tanpa pengawasan Pengawas Benih Tanaman serta benih yang diedarkan melebihi masa kadaluarsa sehingga tidak terjamin mutunya.

Pada kesempatan yang sama, Catur Setiawan, mewakili Direktur Perbenihan, Ditjen Tanaman Pangan memaparkan, bahwa pentingnya mengupas tuntas menghentikan peredaran benih palsu atau illegal, agar benih yang diedarkan baik secara offline maupun online dijamin memberikan manfaat optimal bagi petani, dan sesuai standar mutu yang benar (secara genetik) dan baik (fisik dan fisiologis) sesuai potensi keunggulannya.

Catur menegaskan aturan terkait peredaran benih mengacu pada UU No 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan yakni Pasal 29 ayat (4), bahwa Setiap orang dilarang mengedarkan varietas hasil pemuliaan dan introduksi yang belum di lepas, Pasal 30 ayat (4) bahwa Setiap orang dilarang mengedarkan benih unggul yang tidak sesuai dengan standar mutu, tidak bersertifikat, dan/atau tidak berlabel.

Serta Pasal 115 bahwa Setiap orang yang mengedarkan benih unggul yang tidak sesuai standar mutu, tidak bersertifikat, dan/atau tidak berlabel, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 3 Milyar rupiah.

“Selain Undang-undang, secara detail yang mengatur terkait peredaran benih, pembinaan, pengawasan, produksi, sampai peredaran benih varietas lokal di atur dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 12 tahun 2018 tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Tanaman serta Keputusan Menteri Pertanian No. 992 tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis Peredaran Benih Tanaman Pangan”, ungkap Catur.

Catur mengapresiasi webinar kali ini, sebagai ajang sosialisasi peraturan perbenihan secara masif kepada seluruh stake holder perbenihan, platform e commerce, mendorong produsen benih membuka toko online secara resmi dan penggunaan barcode sebagai akses pengawasan dan penelusuran stok benih yang beredar dari satu tempat ke tempat lain.

“Seluruh Pengawas Benih Tanaman di daerah, agar segera meningkatkan pengawasan peredaran benih sesuai standar mutu yang ditentukan, sehingga bila berpotensi ada pelanggaran dapat terdeteksi secara dini dan ditangani secara cepat”, pinta Catur.

Lebih lanjut menerangkan apabila terjadi pelanggaran yang mengandung unsur pidana agar segera dilakukan penyelidikan oleh PPNS dan berkoordinasi dengan pihak berwajib atau Direktorat Tindak Pidana maupun Polri, sedangkan pelanggaran secara online, Direktorat Perbenihan telah bekerjasama dengan iDEA (Indonesia E-commerce Assosiation) akan men-take down atau menghapus akses.

Dalam Webinar Propaktani tersebut disampaikan pula pengalaman Imam Sujono, dari PT Syngenta Seed Indonesia bahwa produsen benih jagung hibrida, dalam menangani pemalsuan benih selama kurun waktu 2 tahun (Tahun 2021-2022) terdapat 39 kasus pelanggaran peredaran benih secara online, dengan total 450 ton benih palsu telah dimusnahkan.

Tentu akan berdampak merugikan petani dan nama perusahaan serta berpengaruh pada produktivitas, karena sebagian benih palsu atau illegal daya tumbuhnya hanya 25%.

“Tindakan yang dilakukan PT Syngenta untuk melawan pemalsuan benih adalah dengan menyebarkan poster mengingatkan petani, sosialisasi keaslian produk, merubah desain kemasan, menambah watermark logo, menambahkan barcode dan QR-Code, serta membuka toko online resmi perusahaan benih”, pungkas Imam.

Lain hal dengan pengalaman yang diungkapkan Darlina, Pengawas Benih Tanaman, BPSB Jawa Timur, selama menjadi saksi ahli dan PPNS dalam menangani kasus peredaran benih, secara kenyataan tidak adanya sanksi hukum yang berat yang membuat efek jera bagi pelaku pemalsuan benih illegal.

Ciri-ciri pelaku benih illegal diantaranya, pelaku tidak terdaftar pada BPSB setempat, telah direncanakan (pendanaan, desain, marketing) membentuk sindikat besar dengan tujuan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, ujar Darlina.

Sedangkan yang mencirikan komoditas benih illegal yaitu :  benih belum dilepas, tidak melalui proses sertifikasi, label tidak dilegalisasi oleh pihak berwenang, data mutu tidak sah tidak melalui pengujian mutu laboratorium, sedangkan untuk benih lokal atau hasil pemuliaan petani kecil tidak terbatas pada jangkauan lokasi peredaran ke lintas provinsi, tambah Darlina.

Direktorat Tindak Pidana Tertentu, Bareskrim, Polri, Sugeng Irianto menyampaikan bahwa peranan Polri menangani tindak pidana di luar KUHP, terkait peredaran benih, mengacu pada UU No 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan dengan tujuan

Yang pertama menghentikan peredaran benih yang tidak sesuai dengan standar mutu, tidak bersertifikat dan tidak berlabel. Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), dan Terhindarnya kerugian petani, budidaya pertanian, SDA, dan lingkungan hidup akibat benih palsu (lingkungan tanah yang membawa media penyakit yang merugikan secara masif).

“Negara wajib melindungi hak kekakayaan intelektual, bagaimana kerja kerasnya peneliti atau R n D sebuah pelaku usaha yang sudah bersusah payah mematenkan hak cipta, merk varietas, atau hak patent”, ungkap Sugeng.

Ditambahkan Sugeng, Polri akan bekerjasama dengan institusi PPNS ataupun petugas berwenang Pengawas Benih Tanaman dalam penyidikan modus operandi pelanggaran peredaran benih illegal diantaranya peredaran benih palsu, mengedarkan benih tidak memenuhi standar mutu, tidak bersertifikat dan tidak diberi label, memalsukan sertifikat/label benih, memalsukan brand/merk dagang benih milik orang lain, dan mengedarkan benih palsu secara online”, ucap Sugeng dengan tegas.

Secara nyata dikatakan Sugeng, Trend pemasaran online benih palsu dan illegal cenderung disukai pelaku seiring perkembangan teknologi secara cepat dan massif, penggunaan platform dan aplikasi yang mudah dan cepat, tidak perlu ruko tempat penjualan benih, tidak perlu alat pengangkutan karena melalui ekspedisi, tidak perlu pegawai dan berbadan usaha, serta bisa menghindari deteksi oleh penegak hukum.

Selain mengacu pada UU No 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan pada Pasal 115, penegakan hukum peredaran benih juga mengacu pada UU RI No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada Pasal 8 bahwa,

“Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan tidak sesui dengan janji yang dinyatakan dalam label, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut,” papar Sugeng.

Sedangkan pada UU RI No 8 tahun 1999 pada pasal 62 mengatur bahwa “Pelaku usaha yang melanggar ketentuan dalam Pasal 8, ancamannya dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2 Milyar rupiah.

Bahkan dalam UU RI No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang  pada Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5, bersifat (Pasif dan Aktif) terhadap pelaku tindak pidana baik penerima ataupun pelaku, bahwa bagi pelaku yang mentransfer hasil penjualan benih illegal maka akan dikenakan pasal pencucian uang bagi pelaku dengan denda paling banyak Rp. 10 Milyar rupiah dan bagi penerima dengan denda sebanyak Rp. 1 Milyar Rupiah, hal ini akan menimbulkan efek jera.

Pada akhir Webinar, Sugeng menyarankan tiga hal penting, yang pertama perlu adanya kolaborasi antar Kementan dengan Pelaku Usaha dalam rangka mengoptimalisasikan pengawasan peredaran benih ditingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Kedua membentuk Tim bersama yang terdiri dari Polri dan Kementerian Pertanian (Kementan) guna percepatan respon aduan informasi masyarakat terkait peredaran benih palsu/illegal serta  Perlu dibentuk tim patroli siber peredaran benih secara online.

Reporter : Catur Setiawan/Retno Setianingsih/Munandar

tidak boleh di copy ya

error

suka dengan artikel ini