Padang—Pembangunan kebun sawit berkelanjutan atau ISPO (Indonesia sustainable palm oil) yang bakal diwajibkan pada perkebunan rakyat pada tahun 2025 menjadi tantangan tersendiri. Pasalnya, untuk bisa memenuhi prinsip dan kriteria yang ada dalam ketentuan ISPO bukan persoalan mudah.
Ibarat kata pepatah tak semudah membalikkan telapak tangan. Itulah yang kini dihadapi pekebun sawit rakyat untuk bisa memenuhi standar ISPO. Meski standarnya lebih rendah dari yang diterapkan perkebunan swasta atau milik pemerintah (PTPN), ternyata banyak faktor yang perlu diselesaikan.
Salah satunya adalah masalah legalitas lahan. Seperti perngakuan Ketua KTNA Provinsi Riau, Drs. H. Datuk Yusri. Sebagai sentra sawit, lahan sawit di Riau sebagian besar adalah kawasan hutan, baik hutan lindung, kawasan terbatas, dan lahan konservasi. Bahkan banyak lahan sawit yang kini dikelola rakyat adalah lahan adat.
Karena itu, Datuk Yusri menilai, penerapan ISPO bagi pekebun rakyat menjadi sebuah dilematis. Sebab, jika pemerintah menerapkan ISPO tanpa menyelesaikan persoalan lahan yang saat ini digarap rakyat, maka sudah dipastikan tidak akan keluar ijinnya (sertifikat ISPO,red).
”ISPO menjadi momok sekarang ini, karena akan keluar izin pastilah lahan-lahan yang berada di kawasan halal secara pemerintah. Kalau di Kampar itu yang memiliki sertifikasi, HGU perusahaan besar semua yang berjumlah 40 perusahaan,” tuturnya saat Talkshow Hybrid: Sosialisasi Sawit Berkelanjutan yang diselenggarakan Tabloid Sinar Tani bersama BPDPKS Di Aula UPTD UMKM dan Koperasi Padang, Senin (12/6).
Untuk membantu pekebun sawit rakyat, saat ini Pemerintah Provinsi Riau tengah bekerja keras untuk mewujudkan sawit berkelanjutan. Salah satunya dengah sosialisasi Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 9 tahun 2022 tentang Rencana Aksi Daerah Perkebunan Kelapa Sawit berkelanjutan tahun 2022-2024. ”Ini (ISPO) menjadi tantangan bagi kita, terutama untuk meningkatkan kesejahteraan pekebun. Ada kendala, pasti ada solusi,” katanya.
Bukan hanya Riau, mungkin hampir sebagian besar pekebun sawit rakyat, khususnya kebun swadaya di Indonesia akan menghadapi kendala yang sama. Kita tahu Indonesia memilik kebun sawit terluas di dunia. Data Kementerian Pertanian luas lahan kebun sawit mencapai 16,8 juta ha dengan luas kebun rakyat mencapai 6,72 juta hektar (ha) atau 41 persen.
Digaungkan Sejak 2011
Sekretariat Komite ISPO, Herdrajat Natawidjaya mengatakan, kebijakan penerapan sawit berkelanjutan sudah mulai didengungkan sejak tahun 2011 dengan keluarnya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 19 Tahun 2011 tentang Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO). “Keluarnya kebijakan tersebut karena isu lingkungan atau sustainable selalu digadang-gadang oleh LSM dan negara-negara Eropa yang menjadi pesaing minyak nabati,” ujarnya.
Guna memperkuat kebijakan, pemerintah kemudian mengeluarkan UU No. 39 tahun 2014 tentang Perkebunan. Dalam salah satu pasalnya berbunyi perkebunan diselenggarakan berdasarkan asas keberlanjutan, kearifan lokal, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Lahirnya UU tersebut, Permentan No. 19 Tahun 2011 pun direvisi menjadi Permentan No.11 Tahun 2015. ”Banyak ketentuan baru dimasukan dalam Permentan baru tersebut, selain UU No. 39 Tahun 2014 sebagai payung hukumnya,” katanya.
Kemudian, lanjut Herdradjat, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan penerapan ISPO melalui Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020 yang diundangkan 16 Maret 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia. “Perpres ini merupakan penguatan legal hukum. Jika sebelumnya hanya Permentan ditingkatkan menjadi Perpres,” ujarnya.
Sesuai Perpres tersebut, pekebun rakyat diberikan masa transisi selama 5 tahun. Jadi ketentuan ISPO selain diwajibkan bagi perusahaan yang telah berlaku tahun 2000, pemerintah akan memberlakukan hal yang sama untuk pekebun rakyat mulai tahun 2025. “Karena itu harus kita siapkan dari sekarang,” tegasnya.
Dengan keluarnya Perpres, Permentan Permentan No. 11 Tahun 2015 pun direvisi menjadi Permentan No. 38 Tahun 2020 tentang ISPO. Kementerian Pertanian juga mengeluarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 410/KPTS/SM.250/M/6/2020 tentang Jenjang KKNI Tenaga Kerja Sektor Pertanian Bidang Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan.
Pemerintah juga menerbitkan Peraturan Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian No. 10 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dewan Pengarah Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia. Selain itu, Keputusan Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian selaku Ketua Dewan Pengarah No. 257 Tahun 2020 tentang Komite Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.
Untuk mendapatkan sertifikasi ISPO, perkebunan sawit, baik perusahaan maupun rakyat harus memenuhi ketentuan prinsip dan kriteria. Untuk perusahaan swasta ada tujuh prinsip yang harus dipenuhi dengan 30 kriteria dan 174 indikator. Sedangkan untuk pekebun rakyat hanya lima prinsip dengan 10 kriteria dan 33 indikator.
”Jadi dibandingkan dengan prinsip dan kriteria ISPO kebun miliki perusahaan, untuk kebun rakyat lebih mudah,” ujarnya. Setidaknya hanya ada empat persyaratan untuk mendapatkan sertifikat ISPO. Pertama, Surat Tanda Daftar Usaha Perkebunan. Kedua, Bukti Kepemilikan Atas Tanah. Ketiga, memiliki Tim Sistem Kendali Internal (Internal Control System/ICS). Keempat, Surat Pernyataan Lingkungan (SPPL).
Kepala Divisi Pemungutan Biaya dan Iuran CPO BPDPKS, Ahmad Munir mengatakan, pihaknya mendukung upaya pemerintah agar kebun rakyat bisa mendapatkan sertifikasi ISPO. ”Kami siap membantu pendanaan. Sebagai operator, kami sangat tergantung Kementerian Pertanian dalam hal ini rekomendasi teknis dari Ditjen Perkebunan. Kalau ada regulasi yang menjelaskan atau mengatur pendanaan berkaitan dengan sawit, kami siap mendukung dan membiayai, apalagi mengenai sawit berkelanjutan,” tegasnya.
Bagi Sahabat Sinar Tani yang ingin mendapatkan materi dan e sertifikat bisa diunduh di link bawah ini.
Link e Sertfikat : Klik Disini
Link Materi : Klik Disini
Sertifikat Absen berdasrkan Nomor : Klik Disini
Reporter : Julian
Terimakasih sinar tani atas inovasinya yg selalu mutahir, dan juga sudah berbagai ilmu pengetahuan ke segenap penyuluh di Indonesia.