Sinar Tani, Temanggung — Tembakau Temanggung dikenal luas sebagai salah satu komoditas terbaik di Indonesia. Tumbuh di lereng timur Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing, tanaman ini memiliki ciri khas yang tidak dimiliki oleh tembakau dari daerah lain. Kombinasi unik antara kondisi tanah dan iklim pegunungan menghasilkan tembakau dengan warna, aroma, dan rasa yang istimewa. Kualitas inilah yang menjadikan tembakau Temanggung digemari oleh banyak pabrikan dan konsumen di seluruh negeri.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, reputasi tembakau Temanggung mulai tercemar oleh tindakan segelintir oknum petani yang mencampurkan gula pasir ke dalam tembakau rajangan mereka. Awalnya, pencampuran gula dilakukan atas permintaan beberapa greeder (pedagang tembakau) dengan takaran 1-2 kg gula per 100 kg tembakau.
Seiring waktu, praktik ini semakin menyimpang, dengan beberapa petani mencampurkan hingga 20-30 kg gula dalam setiap 100 kg tembakau. Akibatnya, tembakau yang dihasilkan tidak lagi memiliki kualitas unggul dan jatuh ke kelas bawah di pasar.
Untuk mengatasi masalah ini, Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah mengambil langkah preventif dengan mengadakan pelatihan bagi para petani tembakau dari daerah sentra produksi, yakni Kecamatan Parakan, Bansari, dan Kledung.
Pelatihan yang berlangsung selama dua hari, 25-26 September 2024 di Hotel Dieng Kledung Pass, ini bertujuan memberikan pemahaman mendalam kepada para petani mengenai proses pengolahan tembakau yang benar dan sesuai dengan standar kualitas pabrikan.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, Supriyanto, SP, MP, menegaskan pentingnya menjaga kualitas tembakau Temanggung agar tetap menjadi primadona di pasar nasional. “Temanggung merupakan daerah sentra tembakau terbesar di Jawa Tengah, dan petaninya sangat fanatik menanam tembakau,” ujarnya seusai membuka pelatihan.
Supriyanto menambahkan, pihaknya sedang berusaha mengubah paradigma budidaya tembakau. Jika sebelumnya petani hanya fokus pada produksi tanpa memperhatikan kebutuhan pasar, sekarang petani didorong untuk menanam dan memproses tembakau sesuai dengan permintaan pasar.
Supriyanto menjelaskan bahwa permintaan pasar menjadi kunci utama. Jika pabrikan membutuhkan tembakau grade D, misalnya, maka petani harus fokus menghasilkan tembakau dengan kualitas tersebut.
“Tidak perlu berusaha menghasilkan grade yang lebih tinggi jika akhirnya tidak terjual. Itu hanya akan merugikan petani sendiri,” tegasnya.
Sementara itu Koordinator Fungsional Penyuluhan Pertanian di Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, Bayu Sasongko, S.Pt, M.Si, menambahkan bahwa pelatihan ini dirancang untuk memberikan materi sesuai kebutuhan di lapangan. “Kami memberikan pelatihan yang fokus pada peningkatan kapasitas petani, jejaring pemasaran, regenerasi petani, hingga pengenalan posisi dan warna daun tembakau,” jelas Bayu.
Dalam pelatihan ini, peserta mendapatkan sejumlah materi penting yang disampaikan oleh para ahli. Salah satunya adalah Ir. Bimo Santoso, MM, seorang praktisi di bidang manajemen dan mekanisasi pertanian yang membawakan materi tentang “Capacity Building bagi Petani”.
Selain itu, panitia juga mendatangkan Prof. Ir. Lieli Suharti, MM, Ph.D, seorang pakar dari Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), yang memberikan pemahaman mengenai “Jejaring Usaha Pemasaran”, guna memperkuat posisi petani dalam rantai distribusi tembakau.
Tidak kalah penting, tema “Regenerasi Petani” menjadi sorotan dalam diskusi yang dipimpin oleh pelaku usaha dari KUB Agrotama Sagara, salah satu koperasi yang aktif di sektor pertanian. Materi teknis seperti “Pengenalan Posisi Daun, Warna Daun, dan Tingkat Kebersihan” disampaikan oleh Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Kabupaten Temanggung.
Inti dari pelatihan ini, yakni “Cara Penentuan Grade Tembakau” dan “Pengolahan Tembakau Sesuai Syarat Mutu Pabrikan”, disampaikan langsung oleh PT Lampion Agrikultura Indonesia, perusahaan perdagangan tembakau terbesar di Temanggung.
Petani tembakau asal Desa Candisari, Kecamatan Bansari, Pri Istanto, mengaku pelatihan ini sangat bermanfaat bagi dirinya. “Sebelum pelatihan ini, kami hanya tahu sedikit tentang grade tembakau, tapi masih samar-samar. Setelah penjelasan dari PT Lampion, kami jadi lebih paham bagaimana menentukan grade yang tepat,” ujarnya.
Hal serupa disampaikan Pawit, petani asal Desa Tlahab, Kecamatan Parakan, yang berkomitmen untuk tidak lagi melakukan praktik-praktik yang merugikan seperti mencampur gula ke dalam tembakau.
Pelatihan ini merupakan langkah ke delapan yang dilakukan oleh Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah sepanjang tahun 2024. Diharapkan dengan adanya pelatihan ini, para petani tembakau di Temanggung dapat kembali menghasilkan tembakau berkualitas tinggi yang menjadi ciri khas daerah mereka.
“Pelatihan ini memberikan kami pengetahuan baru dan sangat berharga. Kami sepakat untuk mempertahankan kualitas tembakau Temanggung, bukan hanya demi keuntungan sesaat, tapi demi keberlanjutan usaha kami di masa depan,” tutup Tri Istanto.
Dengan pelatihan berkelanjutan dan perubahan paradigma budidaya yang lebih berfokus pada kebutuhan pasar, diharapkan Temanggung dapat terus menjadi sentra produksi tembakau yang dikenal akan kualitasnya di kancah nasional, bahkan internasional.
Reporter : Djoko W
Dari Ladang ke Gudang, Perjalanan Panjang Tembakau Berkualitas
Sinjai Kembangkan Kopi Arabika, 100 Ribu Bibit Diserahkan ke Petani
Tembakau Berkelas, Inovasi Petani Temanggung