14 November 2024

Sinar Tani

Media Pertanian Terkini

Dari Gebyar Perbenihan Soreang, Inilah PR Perbenihan

Sinar Tani, Bandung—Keberhasilan produksi pangan sangat tergantung ketersediaan benih. Namun demikian, perbenihan masih mempunyai pekerjaan rumah (PR) yang cukup besar yakni memenuhi enam tepat.

Direktur Perbenihan, Ditjen Tanaman Pangan, Gunawan SP, MSi mengakui, sasaran penyediaan benih harus memenuhi 6 Tepat (6 T) yakni, tepat varietas, tepat mutu, tepat jumlah, tepat tempat, tepat harga dan tepat waktu. Namun saat ini penyediaan benih masih berkutat pada tepat jumlah.

“Dalam penyediaan benih kita harus penuhi 6T, tapi sekarang kita masih muter pada satu T yakni tepat jumlah yakni jumlah yang dikirim ke petani sesuai kebutuhan,” kata Gunawan saat Sarasehan Antisipasi Kebutuhan dan Penyediaan Benih Tanaman Pangan, Senin (29/7).

Padahal di sisi lain, juga harus penuhi tepat mutu yakni kualitas produktivitas tanaman, tepat varietas sesuai dengan kebutuhan, tepat waktu diterima petani saat mereka membutuhkan, tepat harga yang diterima petani sesuai dengan patokan harga pemerintan dan tepat tempat yakni penyaluran sesuai lokasi dan tempat yang membutuhkan.

“Persoalan tersebut kita harus selesaikan tahun depan. Selama ini kita masih berkutat pada jumlah. Jadi tidak ada cerita lagi perencanaan tahun 2025 dan 2026 tidak sesuai dengan prinsip 6 tepat,” tegas Gunawan. Data Ditjen Tanaman Pangan, kebutuhan benih tahun 2024 sebanyak 310.752 ton dan tahun 2025 sekitar 273,738 ton.

Agar ketersediaan benih bisa sesuai 6 tepat, Gunawan mengatakan, kebijakan pemerintah saat ini mendorong free market. Karena itu, program bentuan benih alokasinya (pagu anggaran) tidak dipastikan tiap tahunnya dan tergantung dari kondisi fiskal negara.

“Dengan kondisi bantuan benih tersebut, diharapkan pemberdayaan dan penguatan benih melalui free market akan lebih diutamakan. Jadi, sistem perbenihan kedepan tidak hanya tergantung pada program bantuan benih pemerintah,” tuturnya.

Baca Juga :  Sekjen Asbenindo: Bisnis Benih, Bisnis Kepercayaan

Ketersediaan Benih

Gunawan mengakui, ketersediaan benih bersertifikat belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan benih sesuai sasaran tanaman. Untuk ketersediaan benih jagung hampir memenuhi kebutuhan benih sebesar 99 persen, kedelai 87 persen dan padi 65 persen.

Khusus untuk benih padi, data BPSB atas dasar benih yang akan disertifikasi ternyata untuk memenuhi luas tanam padi 11 juta hektar (ha), ketersediaan benih minus 81 ribu ton. “Hanya beberapa provinsi yang surplus benih padi yakni, Jawa Timur, Maluku, Maluku Utara dan Kepualuan Riau,” katanya.

Sementara luas penangkaran belum memenuhi jumlah yang dibutuhkan untuk penyediaan benih padi. Sedangkan produktivitas dalam penangkaran masih rendah. Pada tahun 2023, di luar Pulau Jawa baru 2,8 ton/ha dan di Jawa 2,93 ton/ha.

Selain masalah ketersediaan benih sebar, Gunawan juga mengkhawatirkan adalah tahun depan akan ada masalah kekosongan benih sumber. Padahal mayoritas produksi benih sumber dari BBPSI Padi. Namun di sisi lain penyediaan/produksi benih sumber tidak ada di BPSI Pertanian, untuk padi di BBPSI Padi. Hal ini menyebabkan terkendalanya perbanyakan benih sumber.

“Ketersediaan benh penjenis dari lembaga penelitian terbatas, sehinga berpengaruh terhadap kegiatan perbanyakan benih sumber oleh produsen benih,” ujarnya.

Menurut Gunawan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan benih. Pertama, ketersediaan benih sumber yang akan diperbanyak. Kedua, kapasitas penangkar benih (jumlah produsen dan luas penangkaran). Ketiga, keberhasilan pertanaman di penangkaran benih. Keempat, volume calon benih yang menjadi benih. “Saya berharap tahun 2025 permasalahan perbenihan bisa diselesaikan,” ujarnya.

Sementara itu, Ifan Martino dari Direktorat Pangan dan Pertanian Bappenas mengatakan, benih perlu dipastikan ketersediaan, baik untuk sentra produksi maupun kawasan pangan yang kini pemerintah bangun. Saat ini menurutnya, tantangan dalam adopsi benih bersertifikat adalah ketersediaan benih, akses terhadap benih dan informasi, produksi benih yang dilakukan secara perorangan.

Baca Juga :  Meramu Kembali Sistem dan Regulasi Perbenihan

Saat ini Bappenas sedang menelaah persoalan benih dalam negeri. Diantaranya mengkaji UU No. 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan terkait dengan penemuan dan perakitan, intreduksi dan pelepasan varietas, pengadaan benih unggul, peredaran dan perlindungan. Selain itu menelaah UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman dan PP No. 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman.

“Saat ini masih kita telaah dan kaji. Bagaimana kita membangun kelembagaan perbenihan, serta sistem perbenihan,” katanya. Bahkan Bappenas pernah mengkaji sejauh mana daya beli petani dengan harga benih. Dari hasil kajian itu nantinya akan dibangun bisnis modal, petani tetap tidak terbebani harga benih dan perusahaan juga tetap untung.

 

Reporter : Julian

tidak boleh di copy ya

error

suka dengan artikel ini