Sinar Tani, Jakarta — Penguatan BUMN Pangan harus didukung dengan pendanaan yang kuat dan berkelanjutan. Pendanaan tersebut diperlukan untuk mengamankan dua hal, pertama memastikan BUMN Pangan siap sebagai standby buyer saat musim panen tiba, serta sebagai dana investasi untuk menyiapkan infrastruktur pendukung seperti fasilitas penyimpanan dan sarana logistik pangan lainnya.
Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi, mengatakan, pentingnya skema pendanaan mengingat penguatan BUMN Pangan sebagai off taker saat ini menjadi fokus NFA bersama Kementerian BUMN. Hal ini sesuai arahan Presiden RI pada rapat pembahasan Integrasi BUMN Bidang Pangan di Istana Kepresidenan beberapa waktu lalu.
“NFA bersama Kementerian BUMN terus berkoordinasi untuk mematangkan usulan skema pendanaan yang tepat bagi BUMN Pangan, sehingga perannya sebagai off taker pangan dapat diperkuat sesuai arahan Bapak Presiden,” jelas Arief usai Rapat Koordinasi bersama Kementerian BUMN membahas Penguatan BUMN Pangan, Selasa, (14/2),.
Saat ini, Arief menambahkan, pola yang tengah dibahas adalah opsi pendanaan yang bersumber dari APBN dan Perbankan. Terkait dua opsi ini apabila nanti telah disepakati akan dilakukan perumusan bersama Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia.
“Untuk pendanaan secara umum ada dua, bisa bersumber dari APBN dan dana murah yang dikerjasamakan dengan perbankan. Ini tentu perlu sinkronisasi dengan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia,” ungkapnya.
Arief menekankan, pendanaan untuk memperkuat Peran BUMN Pangan sebagai off taker ini akan memberikan manfaat dan mendorong terlaksananya sejumlah program pemerintah. Diantaranya, menjaga harga pangan di tingkat petani, peternak, dan nelayan agar tidak jatuh.
“Saat musim panen tiba, produk pasti melimpah. Pemerintah melalui BUMN Pangan harus hadir melakukan penyerapan dengan harga yang wajar, sehingga harga dasar di tingkat produsen (petani, peternak, nelayan) terjaga,” terangnya.
Selanjutnya, pendanaan ini juga mendorong terlaksananya Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) sesuai amanat Peraturan Presiden (Perpres) No. 125 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan CPP.
“Produk pangan yang diserap dari para petani, peternak, dan nelayan lokal tersebut akan disimpan dalam gudang atau fasilitas penyimpanan yang dapat memperpanjang umur simpan sebagai CPP, sehingga kedepannya kita mulai memiliki CPP untuk sejumlah komoditas pangan strategis. CPP peting untuk intervensi stabilitas harga dan bantuan saat terjadi kondisi darurat,” paparnya.
Arief menambahkan, urgensi pendanaan untuk memperkuat peran BUMN Pangan sebagai off taker ini pertimbangannya sangat logis. Dana tersebut pun tidak hilang karena berubah menjadi CPP.
Lebih lanjut Arief menjelaskan, saat ini dukungan regulasi untuk pendanaan penyerapan CPP tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK), No. 153/PMK.05/2022 tentang Tata Cara Pemberian Subsidi Bunga Pinjaman dalam rangka Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah. Dalam aturan ini pendanaan dapat dilakukan melalui Himbara dengan skema business to business (b to b) antara Himbara dengan BUMN Pangan.
“Untuk skema pendanaan CPP kita didukung PMK nomor 153. Sampai saat ini terkait pendanaan masih mungkin diusulkan untuk dibuat peraturan lain yang dapat mendukung dan melengkapi sehingga semakin terbuka berbagai opsi pendanaan untuk BUMN Pangan sebagai off taker,” tuturnya.
Arief meyakini, ketersediaan berbagai model pendanaan untuk pangan secara terintegrasi dari hulu hingga hilir dapat berkontribusi signifikan bagi penguatan ekosistem pangan nasional.
Reporter : Echa
Jaga Stabilitas Pasokan dan Harga Pangan, Pemprov Kalsel Gelar Gerakan Pangan Murah
Wilmar Padi Indonesia Optimalkan Lahan Rawa Banyuasin untuk Tingkatkan Produksi Padi
Cetak Sawah 3 Juta Ha, Mentan Minta Dukungan Pengusaha Tionghoa