Sinar Tani, Jakarta—“Pangan merupakan soal mati hidupnya suatu bangsa kalau kita tidak tangani secara besar[1]besaran, secara radikal dan revolusioner, kita akan mengalami malapetaka.” Ungkapan tersebut disampaikan Presiden RI, Ir. Soekarno saat peletakan batu pertama Kampus IPB di Dramaga, Bogor.
Sangat besar makna dibalik ungkapan founding father Bangsa Indonesia ini. Pangan menjadi perhatian besar Pemerintah Indonesia karena memang merupakan kebutuhan dasar dan hak asasi manusia. Karena itu, negara harus hadir dalam mengamankan pangan bagi masyarakat. Untuk itulah kebijakan pertanian, termasuk pangan tidak boleh salah.
Dengan adanya Sensus Pertanian 2023, Sekretaris Utama Badan Pangan Nasional (BAPANAS), Sarwo Edhy menilai Sensus Pertanian ketujuh yang dilakukan BPS ini bukan hanya mencatat berapa jumlah produksi komoditas badan pangan, perkebunan, kehutanan dan jasa pertanian. Namun sangat erat berkaitan dengan program kebijakan badan pangan nasional ke depan.
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 66/2021 tentang Badan Pangan Nasional, pemerintah telah menetapkan 13 komoditas strategis. Komoditas tersebut yakni, beras, jagung, kedelai, gula konsumsi, bawang, cabai, telur, daging ruminansia, daging unggas, minyak goreng, tepung terigu, ikan segar dan garam konsumsi.
“Kita harus memastikan adanya ketersediaan pangan sampai ke pelosok Tanah Air, tentunya untuk menghidupi lebih kurang 273 juta penduduk Indonesia. Jadi pangan harus dalam posisi yang aman, kita juga harus dapat menciptakan stabilitas harganya,” kata Sarwo saat Webinar Sensus Pertanian 2023 Memperkuat Ketahanan Pangan yang diselenggarakan Tabloid Sinar Tani bersama BPS di Jakarta, Senin (26/6).
Sarwo menilai, kontribusi hasil ST2023 ini sangat besar terhadap kebijakan pangan. Pertama, pengelolaan cadangan pemerintah untuk ketahanan pangan nasional. Dalam Perpres No. 66/2021 menyebutkan, Badan Pangan Nasional mempunyain kewenangan perumusan kebijakan dan penetapan besaran jumlah cadangan pangan pemerintah yang akan dikelola Badan Usaha Milik Negara di bidang pangan.
Kedua, lanjut Sarwo, dengan ST2023, Badan Pangan Nasional dapat melaksanakan kegiatan stabilisasi pasokan dan harga pangan. Ketiga, penguatan sistem logistik pangan. Keempat, pengendalian dan pengentasan wilayah rentan rawan pangan dan gizi. Kelima, Badan Pangan Nasional juga dapat membuat program pengembangan penganekaragaman konsumsi pangan dan potensi pangan lokal, tentunya melalui pembinaan- UMKM. Keenam, pengawasan dan penjaminan mutu dan keamanan pangan segar.
“Jadi ada dua sisi yakni bertanggung jawab terhadap ketersediaan 13 bahan pokok pentingnya. Di sisi lain mengawasi mutu dan keamanan seluruh jenis pangan segar asal tumbuhan. Jadi saya pikir sangat penting karena Sensus Pertanian berpengaruh terhadap kebijakan pangan,” katanya.
Sarwo mengatakan, ST2023 akan didapatkan data pokok pertanian meliputi komoditas tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perkebunan, perikanan, kehutanan dan jasa pertanian. Selain itu ada juga data petani gurem, indikator SDGs, data petani skala kecil dan data geospasial. “Tentunya data ini sangat diperlukan sebagai database pelaku usaha pertanian atau pelaku pangan yang mutakhir atau terkini,” ujarnya.
Sarwo, hasil ST2023 akan didapat berapa luas lahan petani dan produksi pangan. Saat ini berdasarkan data ATR/BPN lahan baku sawah ada sekitar 7,463 juta hektar. Hasil sensus pertanian juga akan diketahui informasi data petani dan pelaku usaha pertanian, wilayah sentra dan defisit pangan, data petani dan peternak di daerah rawan pangan, serta potensi pangan lokal.
”Dengan data itu kita bisa melakukan intervensi dengan berbagai kebijakan,” katanya. Misalnya, intervensi untuk meningkatkan produksi pangan, baik melalui ekstensifikasi maupun intensifikasi. Diantaranya, melalui penyediaan benih unggul untuk meningkatkan produktivitas tanaman. Untuk padi yang saat ini rata-rata hanya 5,2 ton/ha naik menjadi 6-7 ton/ha. Pemerintah juga bisa mengintervensi dengan fasilitas penyediaan saraan produksi pupuk.
Sarwo menilai, informasi data petani dan pelaku usaha yang dihasilkan dari ST2023 sangat penting untuk menentukan berapa kebutuhan pangan untuk masyarakat dan membangun cadangan pangan nasional.
”Kalau data ini ada, termasuk data petani dan peternak di daerah rentan rawan pangan akan sangat luar biasa untuk intervensi dari sisi kebijakan pangan dan membuat perencanaan,” tegasnya.
Manfaat ST2023 ini menurut Sarwo, pihaknya juga dapat mengintervensi dalam kebijakan kewaspadaan pangan dan gizi terhadap daerah rawan pangan. Data ini juga dapat digunakan sebagai perumusan standar dan pengawasan penerapan standar keamanan dan mutu pangan untuk ke-13 komoditas strategis
Baca juga
Jaga Stabilitas Harga dan Ketahanan Pangan, Polbangtan Kementan Gelar Operasi Pasar Pangan Murah
Kejar Target IP 200! Tenaga Ahli Menteri Pertanian Tinjau BP Barito Kuala
Petani Tanah Laut Berjuang Capai IP 200! Mentan Kirim Tim Ahli untuk Evaluasi