Sinar Tani, Jakarta — Dalam penyelenggaraan Idul Adha, tidak cukup sekedar memastikan hewan kurban telah tersembelih dan terdistribusikan. Namun perlu dipastikan bahwa hewan dalam keadaan sehat sebelum tersembelih terutama di tengah wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), Lumpy Skin Disease (LSD), dan Peste de Petits Ruminant (PPR). Serta hewan telah menjalani proses yang halal dan toyyib pada saat disembelih hingga memastikan bahwa daging yang diterima masyarakat merupakan daging aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH).
Wakil Ketua Asosiasi Kesehatan Masyarakat Veteriner Indonesia (Askesmaveti), drh. Widarto, M.P. mengatakan bahwa pelaksanaan kurban saat ini masih sering ditemukan penanganan yang tidak maksimal. Sebagai contoh penentuan syarat hewan kurban, penanganan hewan sebelum disembelih, penyembelihan dan pemotongan hewan kurban, sarana dan prasarana tempat pemotongan hewan kurban, sampai dengan praktek higienisasi dan dan sanitasi daging kurban yang kita lakukan selama ini harus diperbaiki.
“Di samping itu, dalam kurun waktu 4 tahun ke belakang ini, pelaksanaan kurban harus dilaksanakan dengan ekstra berhati-hati dengan protokol kesehatan yang tepat. Mengingat munculnya berbagai wabah penyakit mulai dari Covid19, kemudian terjadinya outbreak penyebaran penyakit PMK dan LSD, juga sekarang ditambahnya waspada PPR,” ungkapnya dalam webinar Kurban Seri II “Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Pengurus DKM Se-Indonesia dalam Penyelenggaraan Idul Adha 1444 H” pada Sabtu (17/6) secara daring.
Dekan FKH UB. drh. Dyah Ayu Oktavianie A.P., M. Biotech, juga menyampaikan kewaspadaannya terhadap wabah penyakit-penyakit menular. Sehingga dengan adanya perkembangan situasi dan kondisi saat ini, peran dokter hewan dirasa perlu untuk membagikan pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat secara umum terkait hal-hal yang perlu dipersiapkan dengan sebaik-baiknya dalam penyeleggaraan kurban.
Harapannya para panitia atau pengurus DKM ini sudah sedikit banyak memahami syariat penyemblihan hewan kurban, namun melalui kegiatan ini dapat memperluas pemahaman hingga dapat terlaksananya kurban secara aman, halal, dan toyyib, yang nantinya akan meningkatkan kualitas ibadah kurban masyarakat.
Koordinator Substansi Zoonosis, Direktorat Kesmavet, drh. Tjahjani Widiastuti yang mewakili drh. Syamsul Ma’arif, M.Si selaku Direkur Kesmavet mengungkapkan bahwa pada dasarnya, pemotongan hewan kurban telah diatur oleh pemerintah melalui UU No. 18 Tahun 2009 jo UU No. 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Pada Pasal 61 disampaikan bahwa pemotongan hewan yang dagingnya didistribusikan kepada masyarakat harus dilakukan di RPH. Namun dalam hal ini ada pengecualian yaitu untuk hari besar keagamaan, upacara adat, dan pemotongan darurat.
“Hal tersebut diturunkan dalam PP No. 95 Tahun 2012 tentang Kesmavet dan Kesejahteraan Hewan dimana pada Pasal 11 dan 12 disampaikan bahwa untuk kabupaten dan kota yang belum memiliki RPH atau memiliki tapi kapasitas RPH kurang memadai, maka diperbolehkan untuk memotong diluar RPHR. Perementan 114 Tahun 2014 tentang Pemotongan Hewan Kurban juga diatur bagaimana persyaratan hewan kurban, penangan hewan kurban sebelum dipotong, bagaimana penyembelihan dan penanganannya, serta pembinaan dan pengawasannya.” Ujarnya.
Tjahjani menyebutkan pemerintah akan menerjunkan tenaga medik dan paramedik veteriner melalui menghimbau organisasi profesi baik PDPBHI untuk menggerakkan PDHI di seluruh Indonesia dan paramedik veteriner, juga seluruh mahasiswa di 11 FKH Indonesia untuk berperan aktif dalam pemantauan pelaksanaan hewan kurban di Indonesia.
Ia menghimbau agar lokasi penyembelihan didaftarkan terlebih dahulu kepada otoritas yang berwenang untuk menjembatani apabila ditemukan adanya suatu penyakit sehingga ada petugas yang dikirimkan ke tempat-tempat tersebut.
Pada kesempatan tersebut Ketua Fatwa MUI, Prof. Dr. H. M. Asrorun Ni’am Sholeh, MA menyampaikan bahwa hewan yang dipersyaratkan untuk menjadi hewan kurban adalah hewan yang sehat, tidak cacat, tidak sangat kurus, tidak dalam keadaan sakit, dan cukup umur. Syarat-syarat tersebut menentukan keabsahan hewan yang akan dikurbankan.
“Setelah MUI memahami terkait penyakit LSD pada sapi dan kerbau, juga PPR pada kambing dan domba, tidak semua hewan sakit tidak diperkenankan jika gejalanya masih ringan dan tidak mempengaruhi kualitas daging. Sehingga penting untuk memastikan kondisi hewan yang akan digunakan sebagai kurban cukup umur, sehat fisik, dan telah memperoleh hasil pemeriksaan kesehatan,” jelasnya.
Sementara itu Dosen Kesmavet FKH UB, drh. Widi Nugroho, Ph.D, mengatakan sanitasi area kurban meliputi sanitasi di kandang istirahat, tempat pemotongan, tempat pengolahan karkas dan jeroan merah, tempat pengolahan jeroan hijau, serta tempat pengemasan karkas dan jeroan.
Sederhananya, tindakan sanitasi ada 2 yaitu penyediaan air bersih yang tidak terkontaminasi kotoran dan pengolahan limbah padat dan cair seperti kotoran dan urin hewan, darah, isi rumen, juga remahan potongan tulang, lemak, dan daging. Jika memerlukan dekontaminasi maka dilakukan pembakaran terlebih dahulu baru dibuang.
“Selain membuang limbah, juga harus menjaga kebersihan mulai dari kandang istirahat hingga tempat pemotongan, pengolahan karkas dan jeroan, serta pengemasan. Higienitas harus dilakukan pada personal dengan menjaga kebersihan badan dan tangan, higienitas pada peralatan, dan juga higienitas pada produk dengan menggunakan pengemasan yang bersih.,” ujarnya.
Dalam keadaan PMK dan LSD selama kurban, Widi mengatakan sapi yang digunakan adalah sapi yang telah divaksin PMK dan LSD, kemudian diperlukan pemeriksaan pada waktu membeli, pengiriman dilakukan 2 hari sebelum sembelih, menolak sapi ketika datang dalam keadaan bergejala berat.
Dr. drh. Supatikno, M.Si, PAVet, HSC IPB menyampaikan bahwa ada 3 kunci utama dalam penyembelihan. Yang pertama adalah mempersiapkan lingkungan mulai dari lokasi penurunan ternak, tempat penyembelihan, tempat pengolahan limbah, mempersiapkan penggantungan karkas, dan tempat penanganan karkas dan daging.
Kedua ialah pembagian tugas dari petugas perbedahan dan penyembelihan yang kompeten, juga perbanyak orang yang menangani jeroan dan penggantungan karakas. Yang ketiga adalah peralatan mulai seperti pisau sembelihan, peralatan untuk handling hewan, dan kait penggantung daging.
Ia juga menyebutkan adanya 5 prinsip dalam kesejahteraan hewan yang berlaku pada hewan sembelihan, pertama bebas dari rasa lapar dan haus, bebas dari rasa tidak nyaman, bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit. Kemudian bebas dari rasa takut dan tertekan, bebas untuk mengekspresikan perilaku alaminya.
Adapun teknik sembelih halal di antaranya kecepatan, ayunan dan tekanan pisau tergantung pada keterampilan penyembelih dan pisau yang digunakan. Penyembelihan harus dilakukan dengan cepat, sekali ayun dan memotong 6 saluran yaitu trakhea, esofagus, vena jugularis, dan arteri carotis comunis kanan dan kiri. Penyembelihan dilakuka tepat di bawah dagu pada tulang leher C1 – C3 untuk menguragi penyumbatan pembuluh darah. Darah harus keluar cepat, deras, dan tuntas.
Koordinator Substansi Perlindungan Hewan, Direktorat Kesehatan Hewan, Ditjen PKH, drh. Ira Firgorita, menggarisbawahiipnya hewan-hewan kurban yang akan dipotong harus dipastikan tidak membahayakan kesehatan dari hewan itu sendiri juga tidak membahayakan kualitas dan keamanan daging kurban untuk kesehatan manusia. Oleh karena itu, peran dari para kompeten secara teknis menjadi sangat penting.
Menutup kegiatan, drh. Renova Ida Siahaan, M.Si, Ketua Askesmaveti menyampaikan rasa terima kasihnya kepada semua mitra atau kolaborator atas dukungan dan kerjasama dalam penyelenggaran webinar ini. Secara khusus, ia mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada panitia webinar yang sudah bekerja keras menyiapkan dan menyelenggarakan webinar ini sehingga dapat terselenggara dengan baik.
Ia mengutarakan bahwa pada prinsipnya, pemotongan hewan kurban yang dilakukan di luar RPH harus dapat dipastikan penyelenggaraan pemotongan hewan kurban terlaksana dengan baik dan benar di lapangan pada saat hari raya Idul Adha. Semua sarana dan prasarana harus disiapkan mulai dari sekarang. Harapannya, ada peningkatan atau perbaikan dalam proses penyelenggaraan pemotongan hewan kurban dari tahun ke tahun yang tentunya juga sebagai bagian dalam mendukung terciptanya keamanan pangan di Indonesia.
Webinar Kurban Seri II “Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Pengurus DKM Se-Indonesia dalam Penyelenggaraan Idul Adha 1444 H”, merupakan kolaborasi Asosiasi Kesehatan Masyarakat Veteriner Indonesia (Askesmaveti) berkolaborasi dengan Fakultar Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya (FKH UB) serta Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis Intitut Pertanian Bogor (SKHB IPB), The Halal Science Center (HSC) of IPB University, Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan), Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mempersembahkan
Polbangtan Bogor Gelar Vaksinasi Rabies Gratis untuk Hewan Peliharaan
Kementan Dorong Perluas Ekspor Produk Unggas Nasional
Perluas Pasar, Indonesia Ekspor Telur Tetas ke Timur Tengah