TABLOIDSINARTANI.CO.ID, Bogor — Menjadi daerah penyangga Ibukota, kebutuhan hewan Qurban di Kota Bogor melonjak tajam. Guna memperketat masuknya hewan Qurban di Kota Hujan ini, Pemkot Bogor mewajibkan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH).
Belajar dari merebaknya penyakit hewan ternak berupa Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menyerang Sapi, Domba dan Kambing di tahun 2022 silam, Kementerian Pertanian terus meningkatkan kewaspadaan dalam lalu lintas ternak dari wilayah produsen menuju sentra konsumen.
Terbaru, regulasi lalu lintas ternak tersebut diterbitkan dalam bentuk Permentan 17/2023. “Dalam regulasi ini diatur bahwa ternak yang pindah tersebut merupakan ternak yang betul-betul sehat dinyatakan oleh Dokter Hewan dari Dinas setempat,” sebut Kepala Pusat Standarisasi Instrumen Peternakan dan Kesehatan Hewan (BSIP-PKH), drh. Agus Susanto.
Kota Bogor sebagai sentra konsumen ternak menjadi salah satu Kota yang kebanjiran hewan ternak dari berbagai daerah seperti Jawa Tengah maupun Jawa Timur, selain tentunya produksi ternak dari wilayah sendiri.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bogor, Chusnul Rozaki pun mengakui hal tersebut. Karenanya, Pemkot khususnya DKPP Kota Bogor terus memperketat keluar masuknya hewan Qurban di Kota Hujan ini.
“Rekomendasi untuk hewan qurban ini kita keluarkan sampai 20 ribuan. Sehingga kebutuhan tak hanya untuk Kota Bogor saja tetapi juga Jabodetabek,” tuturnya.
Rekomendasi yang dimaksud Kepala DKPP Chusnul adalah Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) yang memang dikeluarkan oleh DKPP Kota Bogor untuk mengantisipasi masuknya penyakit hewan menjelang Hari Raya Idul Adha 2023.
“Bagi pengusaha hewan ternak yang akan menjual hewan di Kota Bogor diwajibkan memiliki Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH). SKKH ini untuk memastikan bahwa hewan yang akan dijual bebas dari segala penyakit, ” tambah Kepala Bidang Peternakan DKPP kota Bogor, drh Anizar.
Sistem SKKH adalah inovasi terbaru yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) yang berlaku bagi pengajuan hewan qurban.
“Langkah awal dalam proses pengajuan adalah mengirim permohonan resmi kepada kepala dinas yang dilengkapi dengan surat keterangan kesehatan hewan dan dokumen-dokumen terkait mengenai penyakit yang relevan,” jelas drh Anizar.
Mayoritas pemohon izin berjualan di Kota Bogor berasal dari Jawa Timur karena daerah ini merupakan produsen utama sapi dan memiliki akses transportasi yang lebih mudah dibandingkan dengan daerah lain.
“Dalam hal pengiriman hewan dari NTB, pengirimannya harus melalui kapal dan melalui proses karantina hewan jika ingin mengirimkan hewan antar pulau,” tambahnya.
Untuk sapi, ada beberapa penyakit yang perlu diperhatikan, seperti PMK (Pleuropneumonia Contagiosa Bovis), Lumpy Skin Disease (LSD), lato-lato, dan antraks.
Namun, persyaratan ini dapat bervariasi tergantung pada situasi penyakit yang ada.
Pihak DKPP Kota Bogor juga mengantisipasi pasokan sapi dari daerah Bali karena sapi Bali rentan terhadap penyakit.
“Walaupun prosedur pengajuan untuk sapi Bali serupa dengan hewan lainnya, perlu diperhatikan bahwa sapi Bali memiliki beberapa jenis penyakit khusus yang hanya menyerang mereka,” tambahnya.
Kementan Dorong Perluas Ekspor Produk Unggas Nasional
Perluas Pasar, Indonesia Ekspor Telur Tetas ke Timur Tengah
Pelayanan Prima, Kementan Terima Penghargaan Kementerian PANRB