22 April 2025

Sinar Tani

Media Pertanian Terkini

Beranda » Mentan Amran Terharu Raih Penghargaan UNS: Saya Tak Akan Sampai di Sini Tanpa Ibu

Mentan Amran Terharu Raih Penghargaan UNS: Saya Tak Akan Sampai di Sini Tanpa Ibu

Mentan Andi Amran Sulaiman tak kuasa menahan haru saat menerima penghargaan dari UNS, mengenang perjuangan hidup dan doa sang ibu yang menjadi kunci di balik kesuksesannya hari ini.

SINAR TANI, Surakarta — Mentan Andi Amran Sulaiman tak kuasa menahan haru saat menerima penghargaan dari UNS, mengenang perjuangan hidup dan doa sang ibu yang menjadi kunci di balik kesuksesannya hari ini.

Tangis haru tak terbendung dari Menteri Pertanian Republik Indonesia, Andi Amran Sulaiman, saat dirinya berdiri di podium megah Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta, Jumat lalu.

Dalam balutan acara Dies Natalis ke-49 UNS, Amran menerima penghargaan bergengsi Parasamya Anugraha Dharma Krida Upa Bogha.

Namun, bukan gelar itu yang membuatnya menangis, melainkan kenangan tentang sosok ibu yang tak pernah lelah menanamkan harapan, bahkan di tengah derasnya hujan kemiskinan.

“Saya lahir dari keluarga miskin, dibesarkan dalam keterbatasan. Tapi ibu saya selalu berpesan, ‘Nak, kamu nanti jadi orang besar. Kamu akan mengubah nasib kita.’ Dan pesan itu terus terngiang hingga hari ini,” ujar Mentan Amran, suaranya bergetar, matanya berkaca-kaca.

Amran, yang kini menjabat sebagai menteri untuk kedua kalinya, tak segan membuka tabir masa lalunya. Ia lahir dan tumbuh dalam pelukan tanah desa yang keras, dalam keluarga dengan 12 bersaudara.

Ayahnya, seorang TNI berpangkat rendah, harus memutar otak demi sesuap nasi untuk anak-anaknya. Pernah suatu hari, Amran kecil pulang sekolah hanya untuk menemukan meja makan kosong. Maka mereka pun menuju hutan, mencari jambu, mencari ubi—apa saja yang bisa mengganjal perut.

“Bapak-bapak lahir di spring bed, saya lahir di bawah pohon kayu. Kami pulang sekolah, berkeringat, lapar, dan biasa makanan tidak tersedia. Kami cari makan di hutan,” kenangnya dengan lirih.

Namun di tengah hidup yang keras, sang ibu tetap menjadi pelita. Tak hanya menyediakan cinta dan pelukan, beliau juga menyematkan harapan—besar, nyaris mustahil—di dada anaknya.

Baca Juga :  Rektor IPB University : Hilirisasi Bukan Cuma Nikel, Agromaritim Harus Diutamakan

“Ibu saya selalu bilang, ‘Nak, kamu nanti jadi menteri.’ Waktu itu rasanya mustahil. Tapi kami tidak pernah membantah. Dan siapa sangka, Pak Jokowi datang, katanya ada yang memberi tahu tentang anak muda pekerja keras. Lalu kami masuk Kabinet 2014,” ucap Amran, menahan emosi.

Kata-katanya bukan sekadar nostalgia. Ia berbicara tentang akar, tentang tanah tempatnya tumbuh, tentang wanita yang diam-diam menggenggam takdirnya. Di hadapan civitas akademika UNS, Mentan Amran tak hanya menyampaikan orasi ilmiah, tapi juga membuka jendela hidupnya—membiarkan semua orang melihat luka, peluh, dan doa yang membawanya sampai di titik ini.

“Kalau mau lihat Allah tersenyum, buatlah ibu tersenyum. Kalau kita pernah menggores hati ibu, jangan mimpi melihat cahaya dunia. Saya tidak mungkin berdiri di sini kalau bukan karena ibu saya,” katanya sambil menyeka air mata.

Penghargaan yang diberikan UNS bukan sekadar piagam dalam bingkai. Bagi Amran, itu adalah simbol tanggung jawab, tanda bahwa kerja keras dan kejujuran tak pernah sia-sia. Ia menegaskan bahwa kehormatan itu bukan miliknya semata, melainkan milik rakyat—khususnya para petani yang selama ini menjadi tulang punggung negeri.

“Saya membayangkan bagaimana mempertanggungjawabkan ini di dunia dan akhirat. Penghargaan ini bukan hanya untuk saya, tapi untuk masyarakat Indonesia,” pungkasnya dengan nada penuh tekad.

Rektor UNS, Prof. Hartono, menjelaskan bahwa penghargaan tersebut diberikan setelah mempertimbangkan rekam jejak dan dedikasi luar biasa Amran di dunia pertanian.

“Beliau adalah sosok teladan. Beliau menunjukkan integritas, kepeloporan, dan pencapaian nyata dalam memajukan pertanian Indonesia. Produksi pangan meningkat, program-program inovatif digulirkan, dan semangat membangun desa terus digaungkan,” ungkap Prof. Hartono.

Malam itu, di tengah kemegahan kampus, ada pelajaran yang lebih dalam dari sekadar ilmu—tentang cinta ibu, tentang harapan yang tak pernah padam, dan tentang bagaimana tanah yang keras bisa melahirkan akar yang kuat.

Baca Juga :  Lomba Ketangkasan Ojek Gabah Meriahkan Pesta Panen Masyarakat Lamogo

Mentan Amran bukan hanya menerima penghargaan, tapi juga menghidupkan kembali keyakinan bahwa tidak ada mimpi yang terlalu besar bagi anak desa, selama ia punya doa seorang ibu.

tidak boleh di copy ya

error

suka dengan artikel ini