Sinar Tani, Semarang — Penyuluh Pertanian saat ini menghadapi tantangan perubahan yang lebih komplek dibanding Penyuluh Pertanian di era Revolusi Hijau. Sementara fasilitas sarana dan prasarana fisik Penyuluhan lebih tersedia dan memadai di era Revolusi Hijau. Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi Penyuluhan Pertanian Pusat, Prof. Dr. Bustanul Arifin.
“Sarana dan prasarana Penyuluhan sekarang tersedia dalam bentuk infrastruktur non fisik (IT, cyber extension, dll),” tambahnya.
Dalam forum Temu Pembinaan dan Evaluasi Kinerja Penyuluh Pertanian Provinsi Jawa Tengah Tahun 2022, Prof. Bustanul mencoba memaparkan Paradigma Penyuluhan Pertanian setelah Perpres 35 Tahun 2022.
Dalam paparannya, Guru besar Universitas Lampung ini menjelaskan tentang Penguatan yang ada dalam Perpres 35 tahun 2022.
Yang pertama adalah penguatan hubungan kerja, dalam hal ini poin penting yang diutarakan adalah Satminkal sebagai wadah penyelenggaraan penyuluhan pertanian dan pengelolaan administrasi.
“UPTD Bidang Penyuluhan di Provinsi dan Kab/Kota hanya 1 (satu), Jika tidak terdapat UPT, maka satminkal berada di bidang yang menangani penyuluhan pertanian. Jika di Provinsi dan kab/kota terdapat lebih dari 1 bidang/unit kerja yang menangani penyuluhan pertanian, maka Gubernur/Bupati/ Walikota harus menetapkan 1 (satu) Satminkal Penyuluhan Pertanian di Dinas Provinsi dan Dinas Kabupaten Kota,” jelasnya.
Penguatan Kelembagaan Penyuluhan Pertanian Kecamatan, dimana Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) menjadi sangat eksis dan penting.
“Amanah dalam Perpres menyatakan bahwa BPP ditetapkan pada setiap kecamatan potensi pertanian (tersedia lahan pertanian dan rumah tangga petani) oleh Bupati/Walikota. Tugas dan Fungsi BPP diatur dalam UU Nomor 16/2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan dan Permentan 03 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian,” ungkapnya.
Bustanul menambahkan BPP dipimpin oleh penyuluh yang ditetapkan sebagai koordinator. Koordinator BPP bertanggung jawab kepada Kepala Dinas melalui Satminkal Penyuluh di Kab/Kota. Koordinasi dengan camat dalam menjalankan tupoksi implementasi KOSTRATANI, Dan menggunakan anggaran APBD Kab/Kota, Kementan (APBN, DAK), biaya sah dan tidak mengikat
Penyediaan dan Peningkatan Kapasitas Ketenagaan Penyuluh, dalam hal penyediaan ketenagaan penyuluh PNS dan PPPK diatur Gubernur dan Bupati/Walikota mengusulkan kebutuhan Penyuluh PNS dan PPPK kepada MenPAN RB mengacu pada Pedoman Formasi Kebutuhan Pertanian, Usulan kebutuhan Penyuluh oleh Gubernur dan Bupati/Walikota disertai rekomendasi Pusat.
“Sedangkan dalam hal Peningkatan Kapasitas Penyuluh PNS & PPPK. perpres menyatakan, Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota melakukan peningkatan kapasitas melalui : Pendidikan, Pelatihan dan Sertifikasi kompetensi,” tambahnya
Prof, Bustanul menyampaikan bahwa materi penyuluhan pertanian pasal 15 menyatakan, dalam memenuhi materi Penyuluhan Pertanian, Menteri menyediakan sumber materi Penyuluhan Pertanian berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
Terkait kelembagaan Penyuluhan & Pemberdayaan di Daerah, Prof. Bustanul Arifin mengatakan kelembagaan penyuluhan dan pemberdayaan petani menjadi sangat penting berada pada Satminkal tertentu, sesuai Perpres 35/2022 tentang Penguatan Fungsi Penyuluhan Pertanian.
Selain itu fungsi penyuluhan menjadi lebih lebih luas, tidak sekadar transfer teknologi, tapi memobilisasi, mengorganisasi dan mendidik petani agar mampu membantu dirinya, posisi penyuluhan tidak ekslusif seperti dulu, tapi lebih koheren, lebih luwes, integratif
“Penguatan kemitraan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), perbaikan peran lembaga pembiayaan dan pengembangan kewirusahaan petani dan stakeholders lain,” ungkapnya.
Dihadapan seribuan peserta yang terdiri dari Penyuluh Pertanian PNS, PPPK, Penyuluh Swadaya, Penyuluh Swasta, Petani Milenial dan PPOT tersebut, Bustanul Arifin juga menyampaikan strategi efektivitas paradigma penyuluhan
Yang pertama, penyuluhan pertanian di dalam Perpres 35/2022 sedikit berbeda, karena diharapkan mampu berkontribusi pada Peningkatan Ketahanan Pangan Nasional, yaitu: ketersediaan pangan, aksesbilitas pangan dan pemanfaatan atau konsumsi pangan.
Penyuluhan Pertanian Lapangan (PPL) Pemerintah, PPL swadaya dan PPL swasta perlu berkerjasama secara harmonis karena tantangan perubahan makin kompleks;
Selain itu penguatan kelembagaan kelompok tani, lembaga usaha ekonomi pedesaan, dan kelembagaan lain, baik yang difasilitasi Pemerintah, maupun atas inisiatif masyarakat;
“Dinamika sosial-ekonomi petani adalah landasan utama pengembangan korporatisasi atau sistem agribisnis berbasis konsolidasi kelembagaan, lahan dan manajemen SDA. Dan penguatan kemitraan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), perbaikan peran lembaga pembiayaan dan pengembangan kewirusahaan segenap stakeholders,” jelasnya.
Dalam acara yang dikemas sebagai Talk Show dan dimoderatori Dr. Dani Ramdani Harun, SP, MSi, Kabid Penyuluhan, Pasca Panen dan Bina Usaha Distanbun Provinsi Jawa Tengah, Prof Bustanul mencoba menjawab pertanyaan salah satu peserta terkait Sertifikasi Penyuluh Pertanian.
Dijelaskan Bustanul Arifin, tunjangan Sertifikasi Penyuluh sangat mungkin terjadi, karena dinyatakan bahwa Penyuluhan adalah Pendidikan Non Formal.
“Jadi pada dasarnya Penyuluh dan Guru sama-sama menangani Pendidikan. Hanya tinggal menunggu uluran tangan seorang tokoh politik yang kuat untuk menggarap masalah tersebut, ” pungkasnya.
Reporter : Djoko W
Bawa Kopi Robusta MPIG Sirap, Gapoktan Gunung Kelir Raih Penghargaan di Bunex 2024
Wamentan Kunjungi Paris, Bangun Kemitraan Baru dengan Peternak dan Petani Perancis
Jadi Polemik, Kembalikan Tujuan Utama Subsidi Pupuk